Kondisi ekonomi eksternal dan sejumlah faktor internal membuat
ekonomi Indonesia tahun 2013 masih belum pasti. Dari sisi eksternal,
pelambatan ekonomi kawasan euro akan menurunkan permintaan dan harga
komoditas. Dari sisi internal, keengganan pemerintah menekan subsidi
bahan bakar minyak membuat pembangunan infrastruktur terhambat sehingga
biaya logistik membengkak.
Tantangan lain adalah masalah
perburuhan. Aktivis buruh masih akan menggelar unjuk rasa soal
kesejahteraan tahun depan yang tinggal lima hari lagi. Kalangan
pengusaha juga memberikan sinyal akan melaksanakan pemutusan hubungan
kerja (PHK) massal. PHK massal akan menyebabkan pengangguran, yang pada
gilirannya juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Ekonom Pusat
Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif
Adam, di Jakarta, Rabu (26/12/2012), mengatakan, setidaknya ada empat
ancaman yang menghadang pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan, yakni
faktor politik, inflasi, krisis di kawasan euro, dan hubungan
industrial. ”Tahun depan adalah tahun politik, yang akan mengurangi
gerak menteri ekonomi yang berasal dari partai politik,” katanya.
Latif
menjelaskan, krisis di kawasan euro, yang belum juga selesai, masih
akan berdampak pada penurunan ekspor. ”Permintaan menurun, harga
komoditas pun ikut turun. Beruntung Indonesia tidak terlalu
mengandalkan pertumbuhan ekonomi pada ekspor, tetapi konsumsi domestik.
Ironisnya, penurunan ekspor justru diikuti peningkatan impor,” ujar
Latif.
Berkaca pada pengalaman tahun 2012, pada periode
Januari-Oktober nilai impor mencapai 159,18 miliar dollar AS atau
meningkat 9,35 persen jika dibandingkan dengan impor periode yang sama
tahun sebelumnya. Data Badan Pusat Statistik itu juga menyebutkan,
ekspor Januari-Oktober 2012 mencapai 158,66 miliar dollar AS atau turun
6,22 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011.
Peningkatan impor periode tersebut disebabkan oleh kenaikan impor gas
bumi sebesar 109,5 persen menjadi 2,4 miliar dollar AS dan lonjakan
impor nonminyak dan gas bumi (migas) sebesar 11,1 persen menjadi 124,4
miliar dollar AS. Sebagian besar impor berasal dari negara-negara ASEAN
(21,35 persen), China (19,23 persen), dan Jepang (15,54 persen).
Data
neraca pembayaran Bank Indonesia menyebutkan, neraca perdagangan migas
masih negatif pada triwulan III-2012. Pada triwulan III-2012, defisit
neraca perdagangan migas tercatat sebesar 1,0 miliar dollar AS, sedikit
lebih rendah dari defisit 1,2 miliar dollar AS pada triwulan
sebelumnya. Penyebabnya adalah konsumsi BBM bersubsidi yang naik
sehingga impor minyak masih relatif tinggi.
Direktur Eksekutif
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani
Yustika menyebutkan, Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional
tahun 2013 berkisar 6,3 persen sampai 6,5 persen. Perkiraan itu lebih
rendah daripada asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
2013 yang sebesar 6,8 persen. Bank Dunia dan BI juga memproyeksikan
pertumbuhan ekonomi tahun depan 6,3 persen. Bank Pembangunan Asia
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan 6,3 persen-6,7 persen.
Namun,
kata Erani, proyeksi pertumbuhan ekonomi itu akan sulit tercapai jika
kemudian harga minyak mentah di pasar internasional tahun depan
melambung sangat tinggi dan pemerintah tidak mempunyai pilihan lain
kecuali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hal ini
akan mengubah beberapa asumsi tersebut karena kenaikan harga minyak
akan meningkatkan inflasi dan suku bunga sehingga investasi akan
menurun.
Tahun depan, Erani memperkirakan, pertimbangan politis
akan jadi lebih menonjol dalam kebijakan ekonomi sehingga sulit bagi
pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang tidak populer, seperti
menaikkan harga BBM bersubsidi.
Persoalannya, kata Erani,
pemerintah masih tetap mempertahankan subsidi BBM. Padahal, subsidi
tersebut sudah sangat membebani APBN dan mengurangi porsi anggaran
untuk infrastruktur. Data Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian
Keuangan Agus Suprijanto menunjukkan, subsidi BBM per 21 Desember 2012
sebesar Rp 186,7 triliun atau 135,9 persen dari pagu APBN.
Hanya mengendalikan
Tahun
depan pemerintah memastikan hanya akan mengendalikan konsumsi BBM
bersubsidi. Pengendalian BBM bersubsidi itu dibahas dalam rapat
koordinasi BI dan pemerintah di Gedung BI, Jakarta, Rabu. Rapat dihadiri
Gubernur BI Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta
Rajasa, dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
”Kami betul-betul
bicara soal pengendalian BBM bersubsidi itu,” kata Agus Martowardojo
seusai rapat. Hatta Rajasa, yang dicegat terpisah di Gedung BI,
menambahkan, pengendalian BBM bersubsidi itu bisa menggunakan sistem
teknologi informasi yang dipasang di setiap stasiun pengisian bahan
bakar untuk umum. Dengan sistem itu, kebutuhan kendaraan bisa ”dikunci”
sesuai jatahnya. ”Sistem ini bisa menghemat subsidi Rp 10 triliun
setahun,” kata Hatta.
Secara umum, ujar Hatta, ekonomi tahun 2013
membaik. ”Investasi dan konsumsi masih jadi sumber pertumbuhan
perekonomian utama. Ekonomi tahun 2013 optimistis,” katanya.
Agus
Martowardojo optimistis inflasi tahun 2013 masih terjaga pada posisi
kurang dari 5 persen. Nilai tukar rupiah diharapkan terjaga pada Rp
9.300 per dollar AS pada tahun 2013.
Masalah perburuhan
Meskipun
diprediksi pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, Ketua Umum Asosiasi
Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi meminta pemerintah mewaspadai masalah
dalam pertumbuhan ekonomi tahun 2013. Kondisi dunia usaha, terutama
sektor padat karya, yang terpukul tingginya upah minimum tahun 2013,
bakal memicu gelombang PHK massal. ”Bagaimana konsumsi bisa tetap tumbuh
kalau banyak pabrik tutup dan pengangguran bertambah?” katanya.
Secara
terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal
mengatakan, jutaan buruh akan kembali berunjuk rasa sepanjang tahun
2013. Aksi buruh dengan bendera Majelis Pekerja Buruh Indonesia ini
menuntut jaminan pensiun, jaminan kesehatan untuk rakyat, dan komponen
acuan survei kebutuhan hidup layak sebanyak 84 butir. ”Kami juga
menyikapi pelaksanaan upah minimum dan pekerja alih daya,” kata Iqbal.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/12/27/08402972/Kondisi.Ekonomi.2013.Masih.Belum.Pasti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar