jika seorang wanita menangis dihadapanmu,itu berarti dia tidak dapat menahannya lagi..meskipun dia memendam kecewa dan berusaha menahan air matanya.
Jika kau memegang tangannya saat dia menangis,dia akan tinggal bersamamu sepanjang hidupmu..
Jika kau membiarkannya pergi,dia tdk akan kembali menjadi dirinya yg dulu,slamanya!
Seorang wanita tidak akan menangis denga mudah,keuali didepan orang yang sangat dia sayangi,dia akan menjadi lemah!
Dia akan menurunkan rasa egonya.
Kepada lelaki,jika seorang wanita pernah menangis karena mu,tolong pegang tangannya dgengan penuh pengertian.Karenadia adalah oramg yang akan tetap bersamamu sepanjang hidupmu..
Kepada lelaki,jika seorang wanita menangis karenamu,tolong jangan menyia-nyiakannya.Mungkin ,karena keputusanmu,kau merusak kehidupannya.
Saat dia menangis didepanmu,saat dia menangis karenamu.
Lihatlah jauh kedalam matanya.
Dapatkah kau lihat dan kau rasakan sakit yang dirasakannya karenamu??
Lihatlah pengorbanan dan ketulusannya.
Pada hari pnciptaan PEREMPUAN..
MALAIKAT bertanya kepada TUHAN "apakah keistmewaan dari ciptaanMU ini?"
Lalu TUHAN menjawab
"ada banyak KEISTIMEWAAN yang dimiliki oleh ciptaanKU ini".. :
Di balik KELEMBUTANYA dia memiliki kekuatan yang begitu dahsyat..
TUTUR katanya merupakan KEBENARAN..
Minggu, 15 Mei 2011
hati seorang ayah
Suatu ketika, ada seorang anak wanita bertanya kepada Ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertai suara batuk-batuknya. Anak wanita itu bertanya pada ayahnya: Ayah , mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah yang kian hari kian terbungkuk?" Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santai di beranda.
Ayahnya menjawab : "Sebab aku Laki-laki." Itulah jawaban Ayahnya. Anak wanita itu berguman : " Aku tidak mengerti."
Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran. Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk nepuk bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan : "Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki." Demikian bisik Ayahnya, membuat anak wanita itu tambah kebingungan.
Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunya lalu bertanya :"Ibu mengapa wajah ayah menjadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit?"
Ibunya menjawab: "Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar benar bertanggung jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian." Hanya itu jawaban Sang Bunda.
Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran.
Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam mimpi itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa penasarannya selama ini.
"Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman teduh dan terlindungi. "
"Ku-ciptakan bahunya yang kekar & berotot untuk membanting tulang menghidupi seluruh keluarganya & kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya. "
"Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapatkan cercaan dari anak-anaknya. "
"Kuberikan Keperkasaan & mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya & yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih payahnya."
"Ku berikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat & membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya. "
"Ku berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai & mengasihi keluarganya, didalam kondisi & situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya melukai hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi & mengasihi sesama saudara."
"Ku-berikan kebijaksanaan & kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan padanya untuk memberikan pengetahuan & menyadarkan, bahwa Istri yang baik adalah Istri yang setia terhadap Suaminya, Istri yang baik adalah Istri yang senantiasa menemani. & bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Istri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar & saling melengkapi serta saling menyayangi."
"Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwa Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari & menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga bahagia & BADANNYA YANG TERBUNGKUK agar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-laki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya. "
"Ku-berikan Kepada Laki-laki tanggung jawab penuh sebagai Pemimpin keluarga, sebagai Tiang penyangga, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung jawab ini adalah Amanah di Dunia & Akhirat."
Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, berlutut & berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik Ayahnya yang sedang berdoa, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan mencium telapak tangan Ayanya. " AKU MENDENGAR & MERASAKAN BEBANMU, AYAH."
Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu agung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ayah...
andai saya masih memiliki seorang ayah :'(
by: Sulaim Al-Kautsar
Ayahnya menjawab : "Sebab aku Laki-laki." Itulah jawaban Ayahnya. Anak wanita itu berguman : " Aku tidak mengerti."
Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran. Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk nepuk bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan : "Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki." Demikian bisik Ayahnya, membuat anak wanita itu tambah kebingungan.
Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunya lalu bertanya :"Ibu mengapa wajah ayah menjadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit?"
Ibunya menjawab: "Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar benar bertanggung jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian." Hanya itu jawaban Sang Bunda.
Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran.
Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam mimpi itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa penasarannya selama ini.
"Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman teduh dan terlindungi. "
"Ku-ciptakan bahunya yang kekar & berotot untuk membanting tulang menghidupi seluruh keluarganya & kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya. "
"Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapatkan cercaan dari anak-anaknya. "
"Kuberikan Keperkasaan & mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya & yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih payahnya."
"Ku berikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat & membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya. "
"Ku berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai & mengasihi keluarganya, didalam kondisi & situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya melukai hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi & mengasihi sesama saudara."
"Ku-berikan kebijaksanaan & kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan padanya untuk memberikan pengetahuan & menyadarkan, bahwa Istri yang baik adalah Istri yang setia terhadap Suaminya, Istri yang baik adalah Istri yang senantiasa menemani. & bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Istri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar & saling melengkapi serta saling menyayangi."
"Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwa Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari & menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga bahagia & BADANNYA YANG TERBUNGKUK agar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-laki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya. "
"Ku-berikan Kepada Laki-laki tanggung jawab penuh sebagai Pemimpin keluarga, sebagai Tiang penyangga, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung jawab ini adalah Amanah di Dunia & Akhirat."
Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, berlutut & berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik Ayahnya yang sedang berdoa, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan mencium telapak tangan Ayanya. " AKU MENDENGAR & MERASAKAN BEBANMU, AYAH."
Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu agung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ayah...
andai saya masih memiliki seorang ayah :'(
by: Sulaim Al-Kautsar
percakapan antara ptolemeus dan septuaginta
P : " katakanlah kepadaku, wahai para bijak cendikiawan ! bagaimana caranya agar seorang raja dapat berhasil dalam pemerintahannya ?"
S : " dengan mengabdi Tuhan ,yang memerintahnya ,dan kepada rakyat yang diperintahnya ".
P : " bagaimana caranya, agar orang dapat menambah hartanya ?"
S : " dengan memberi bagi orang miskin, papa dan lara, yang sangat membutuhkannya "
P : "bagaimana kita harus bersikap terhadap musuh-musuh yang membenci dan yang berbuat jahat pada kita ?"
S : "dengan mengampuni, berbelas kasihan dan sabar terhadap mereka . mendoakan musuh kita dan berbuat baik padanya ."
P : " kapan kita dapat mengungkapkan kekuatan kita yang sejati ?"
S : " di tengah-tengah kemalangan "
P : " bagaimana kita tetap dapat jujur ?"
S : " dengan menyadari betapa hinanya ketidakjujuran ."
P : " siapakah sahabat yang sejati ?"
S : " orang yang menghibur ketika kita jatuh, dan yang mengulurkan tangan ketika kita butuh, dan yang menegur ketika kita salah ."
P : " siapakah yang pantas kita ratapi dan tangisi ?"
S : " bukan orang mati, sebab mereka tidak akan kembali .tetapi ratapilah irang yang masi hidup ketika mereka membutuhkan kita, an kita tidak mampu berbuat apapa ."
P : " bagaimana agar dijauhkan dari kesombongan ?"
S : " denagn menyadari kebijaksanaan lebih berharga daripada kekayaan ."
P : " mengapa ?"
S : " sebab hanya kebijaksanaanlah yang mampu memberikan sukacita di dalam hati ,dan kedamaian di dalam jiwa ."
P : " siapakah yang paling pantas jadi jenderal ?"
S : " bukan yang paling mampu memenangkan peperangan ,tetapi yang paling mamapu mengusahakan perdamaian ."
P : " apakah yang sebaiknya diusahakan dalam masa natal menyongsong tahun baru ini ?"
S : " jangan ingin menjadi sempurna ,cukuplah bila anda mengusahakan agar tahun depan anda menjadi orang lebih baik dari tahun lalu ."
S : " dengan mengabdi Tuhan ,yang memerintahnya ,dan kepada rakyat yang diperintahnya ".
P : " bagaimana caranya, agar orang dapat menambah hartanya ?"
S : " dengan memberi bagi orang miskin, papa dan lara, yang sangat membutuhkannya "
P : "bagaimana kita harus bersikap terhadap musuh-musuh yang membenci dan yang berbuat jahat pada kita ?"
S : "dengan mengampuni, berbelas kasihan dan sabar terhadap mereka . mendoakan musuh kita dan berbuat baik padanya ."
P : " kapan kita dapat mengungkapkan kekuatan kita yang sejati ?"
S : " di tengah-tengah kemalangan "
P : " bagaimana kita tetap dapat jujur ?"
S : " dengan menyadari betapa hinanya ketidakjujuran ."
P : " siapakah sahabat yang sejati ?"
S : " orang yang menghibur ketika kita jatuh, dan yang mengulurkan tangan ketika kita butuh, dan yang menegur ketika kita salah ."
P : " siapakah yang pantas kita ratapi dan tangisi ?"
S : " bukan orang mati, sebab mereka tidak akan kembali .tetapi ratapilah irang yang masi hidup ketika mereka membutuhkan kita, an kita tidak mampu berbuat apapa ."
P : " bagaimana agar dijauhkan dari kesombongan ?"
S : " denagn menyadari kebijaksanaan lebih berharga daripada kekayaan ."
P : " mengapa ?"
S : " sebab hanya kebijaksanaanlah yang mampu memberikan sukacita di dalam hati ,dan kedamaian di dalam jiwa ."
P : " siapakah yang paling pantas jadi jenderal ?"
S : " bukan yang paling mampu memenangkan peperangan ,tetapi yang paling mamapu mengusahakan perdamaian ."
P : " apakah yang sebaiknya diusahakan dalam masa natal menyongsong tahun baru ini ?"
S : " jangan ingin menjadi sempurna ,cukuplah bila anda mengusahakan agar tahun depan anda menjadi orang lebih baik dari tahun lalu ."
AYAH (200756-051110) 20:10
tanggal 5 november 2010 ,tepatnya pukul 20:10 ayah ninggalin dede ke surga .ayah pergi ketemu Tuhan .ayah pasti seneng yah ?tanpa ayah tau disini dede sediiiiiiih banget :'( .tapi sekarang uda seminggu .waktu tuh cepet banget ya yah ?tapi dede belom bisa ngelupain itu semua yah .seandainya waktu bisa berputar kembali .anadikan nayawa kita bisa ditukar ,dede rela yah kalo dede yang pergi duluan .ayaaaaaah do you see how sad my feel ?now, nobody can teach me english because my english teacher leave me .ayah yang tenang ya disana .dede janji kita pasti ketemu lagi kok yah .ayaah ,i love you :*
THERE IS NO ONE ELSE LIKE MY DADDY
AND I THANKYOU FOR LOVING ME !!!
I'LL BE LOVING AND MISSINGB YOU ALWAYS :)
*20 JULI 1956
+ 05 NOVEMBER 2010 pukul 20:10 dan dimakamkan 07 NOVEMBER 2010 pukul 14:00
be calm in there dadd .wait me !because i'll be there with you .my pray , love , huge , and kiss just for you daddyyyyyyyyyyyy
THERE IS NO ONE ELSE LIKE MY DADDY
AND I THANKYOU FOR LOVING ME !!!
I'LL BE LOVING AND MISSINGB YOU ALWAYS :)
*20 JULI 1956
+ 05 NOVEMBER 2010 pukul 20:10 dan dimakamkan 07 NOVEMBER 2010 pukul 14:00
be calm in there dadd .wait me !because i'll be there with you .my pray , love , huge , and kiss just for you daddyyyyyyyyyyyy
my night of christmas without my daddy
ayah ,tenang ga disana ?bahagia ga ?kangen ga ama dede ?
ayah tau ga dede sedih ?tau ga dede kangen ama ayah ?
ayaaah ,dede pengen dipeluk dan dicium ayah lagi .ayah tau ga dede disini nangis nunggu ayah kapan nyanyi bareng ama dede ?sedih yah natal tanpa ayah :'(
dede cuma sendiri .terasa berat yah .Tuhan ,izinkan aku memeluk ayah dan mengucapkan merry christmas padanya .
aku kangen masa dimana aku dan keluarga dengan lengkap merayakan malam natal .
ayah tau ga dede sedih ?tau ga dede kangen ama ayah ?
ayaaah ,dede pengen dipeluk dan dicium ayah lagi .ayah tau ga dede disini nangis nunggu ayah kapan nyanyi bareng ama dede ?sedih yah natal tanpa ayah :'(
dede cuma sendiri .terasa berat yah .Tuhan ,izinkan aku memeluk ayah dan mengucapkan merry christmas padanya .
aku kangen masa dimana aku dan keluarga dengan lengkap merayakan malam natal .
doaku untuk ayah :*
Tuhan, dengarkanlah setiap untaian doaku untuk ayah. berikan ia tempat terindah di sisi-Mu. berikan kedamaian untuknya di kehidupannya yang baru disana. ampuni setiap kesalahan dan dosa yang pernah ia perbuat selama ia hidup di dunia. Tuhan, ijinkanlah aku untuk membahagiakan kedua orang tuaku. ijinkanlah aku untuk dapat mewujudkan setiap harap yang ayah titip padaku sejak aku lahir. ijinkanlah aku untuk dapat membuat ibu dan ayahku tersenyum bahagia meski aku takkan pernah bisa melihat senyum bahagianya lagi. sampaikan maafku pada ayah. maaf karena aku sering menangis karena aku rindu padanya. maaf, jika aku masih tak percaya dengan kepergiannya. Tuhan, titip ayahku yaaa kasihi dan sayangi ia seperti engkau mengasihiku. aku juga berdoa untuk ibu. Tuhan, berikan kekuatan dan kesabaran yang besar untukknya dalam merawat serta mendidik aku. biarkan aku juga bisa membahagiakannya. dan tolong, jangan panggil ibu sebelum aku pergi untuk menghadap-MU karena jujur aku takkan sanggup untuk kehilangan orang yang sangat kusayang untuk kedua kalinya. sampaikan sama ayah yak Tuhan kalau aku akan tetap selalu sayang dan rindu padanya. dan aku yakin akan bersamanya disuatu kehiupan baru yang kekal. amiiiinnnnnnnnnn
psikotes buat iseng-iseng :)
Edit
psikotes .bener semua deh .boleh dicoba
by Margaretha Girsang on Wednesday, 04 May 2011 at 09:37
Dicoba ya!gue nyoba hasilnya 75% benerrr ini bmnya: -PSIKOTEST-
Jgn liat jwbnnya dbwh ya..ikutin aja instruksinya..mikirnya jgn lama2 ya tp bkn berarti asal2an jg..
Cuma janji dulu!
>JGN MEMBACA JWBN DIBWHNYA TERLEBIH DAHULU
>ISI DULU INSTRUKSI YG DIMINTA
>BACA SATU DEMI SATU PARAGRAF
Pertama-tama siapkan bolpen dan kertas
>INGAT : Maju satu paragraf per paragraf...
Kl anda membaca kelanjutannya,Permohonan
anda tdk akn terkabul!
1.Pertama-tama tulis angka 1 sampai sebelas di kertas anda secara vertikal
2.Tulis angka yang paling kamu suka (antara 1- 11) disebelah angka No.1 dan 2
3.Tulis 2 nama orang (lawan jenis) yang kamu kenal, masing-masing di No.3 dan No.7
4.Tulis 3 nama orang yang kamu kenal (sesama jenis) di No.4, 5, dan 6 yg kamu kenal
5.Di no.8, 9, 10 dan 11 kamu tulis nama judul lagu yang berbeda-beda
6.Terakhir, tulis kamu punya permohonan.(Kamu minta permohonan)
dibawah ini ada jawaban dari psikotest-nya mudah-mudahan cocok jawabannya
1.Anda hrs memberitahu ke orang yg anda tulis di No.7 tentang psi kotest ini
2.Orang yg anda tulis di No.3 adlh org yg kamu cintai
3.Orang yg anda tulis di No.7 adlh orang yg kamu suka, tetapi bertepuk sebelah tangan
4.Orang yg anda tulis di No.4 adlh org yg anda rasa paling penting bagi anda
5.Orang yg anda tulis di No.5 adalah org yg paling mengerti tentang anda
6.Orang yg anda tulis di No.6 adlh org yg membawa keberuntungan pada anda
7.Lagu yg anda tulis di no. 8 adlh lagu yg ditujukan utk No.3
8.Lagu yg anda tulis di no.9 adlh lagu yg ditujukan untuk orangNo.7
9.Lagu yg anda tulis di no.10 adlh lagu yg melukiskan apa yang ada di hati anda
10.Terakhir, lagu yg anda tulis di No.11 adlh lagu yg melukiskan hidup anda
Anda harus mengirimkan psn ini ke 20 orang dalam waktu 1 jam,dg begitu permohonan anda akan dikabulkan.
Keren!tepat!baca dari atas.ini psikotest beneran!
(Lumayan nih di cb klo lg santai, ϳαngαn kaget and ketawa sendiri ya,bca dr atas););)
(Gue udh coba sendiri
psikotes .bener semua deh .boleh dicoba
by Margaretha Girsang on Wednesday, 04 May 2011 at 09:37
Dicoba ya!gue nyoba hasilnya 75% benerrr ini bmnya: -PSIKOTEST-
Jgn liat jwbnnya dbwh ya..ikutin aja instruksinya..mikirnya jgn lama2 ya tp bkn berarti asal2an jg..
Cuma janji dulu!
>JGN MEMBACA JWBN DIBWHNYA TERLEBIH DAHULU
>ISI DULU INSTRUKSI YG DIMINTA
>BACA SATU DEMI SATU PARAGRAF
Pertama-tama siapkan bolpen dan kertas
>INGAT : Maju satu paragraf per paragraf...
Kl anda membaca kelanjutannya,Permohonan
anda tdk akn terkabul!
1.Pertama-tama tulis angka 1 sampai sebelas di kertas anda secara vertikal
2.Tulis angka yang paling kamu suka (antara 1- 11) disebelah angka No.1 dan 2
3.Tulis 2 nama orang (lawan jenis) yang kamu kenal, masing-masing di No.3 dan No.7
4.Tulis 3 nama orang yang kamu kenal (sesama jenis) di No.4, 5, dan 6 yg kamu kenal
5.Di no.8, 9, 10 dan 11 kamu tulis nama judul lagu yang berbeda-beda
6.Terakhir, tulis kamu punya permohonan.(Kamu minta permohonan)
dibawah ini ada jawaban dari psikotest-nya mudah-mudahan cocok jawabannya
1.Anda hrs memberitahu ke orang yg anda tulis di No.7 tentang psi kotest ini
2.Orang yg anda tulis di No.3 adlh org yg kamu cintai
3.Orang yg anda tulis di No.7 adlh orang yg kamu suka, tetapi bertepuk sebelah tangan
4.Orang yg anda tulis di No.4 adlh org yg anda rasa paling penting bagi anda
5.Orang yg anda tulis di No.5 adalah org yg paling mengerti tentang anda
6.Orang yg anda tulis di No.6 adlh org yg membawa keberuntungan pada anda
7.Lagu yg anda tulis di no. 8 adlh lagu yg ditujukan utk No.3
8.Lagu yg anda tulis di no.9 adlh lagu yg ditujukan untuk orangNo.7
9.Lagu yg anda tulis di no.10 adlh lagu yg melukiskan apa yang ada di hati anda
10.Terakhir, lagu yg anda tulis di No.11 adlh lagu yg melukiskan hidup anda
Anda harus mengirimkan psn ini ke 20 orang dalam waktu 1 jam,dg begitu permohonan anda akan dikabulkan.
Keren!tepat!baca dari atas.ini psikotest beneran!
(Lumayan nih di cb klo lg santai, ϳαngαn kaget and ketawa sendiri ya,bca dr atas););)
(Gue udh coba sendiri
Perekonomian Indonesia di Masa Depan
Indonesia adalah sebuah negara dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berlimpah, tercatat sebagai negara paling banyak penduduknya di peringkat keempat, dengan 241.973.879 jiwa (data Wikipedia), dengan luas daratan 1.922.570 km² dan lautan 3.257.483 km², Indonesia punya sumber daya yang cukup untuk mengembangkan perekonomiannya. Perkonomian Indonesia saat ini berada dalam level negara berkembang, hal ini jika dilihat dari tingka GDP perkapita sebesar 514,389 juta US dollar atau kira-kira US$ 2700 per kapita, data yang dikeluarkan Global Finance, sebuah majalah ekonomi global. Tingkat pertumbuhan GDP sebesar tahun 2008 sebesar 6.1% dan inflasi tahun 2009 sebesar 5%, Indonesia dinilai cukup resistan terhadap krisis perekonomian global yang melanda dunia belakangan ini.
Kondisi perekonomian saat ini jika hanya dilihat dari besar GDP dan tingkat pertumbuhannya dapat dikatakan Indonesia berada pada level menengah dan stabil. Namun, mengutip teori Simon Kuznet, ahli perekonomian negara, bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah suatu kondisi pada waktu tertentu yang diukur dengan GDP (Gross Domestic Product) , namun adalah sebuah proses suatu negara mampu berproduksi dalam jangka panjang. Maka, masalah berikutnya akan berfokus pada kemajuan teknologi dan kelembagaan pemerintahnya serta kondisi sosial masyarakat yang dapat mendukung kemampuan suatu negara untuk berproduksi. Jika dilihat pada konteks ini, perekonomian Indonesia saat ini berada dalam sebuah kondisi yang memungkinkan krisis besar terjadi di masa yang akan datang.
Perekonomian Indonesia memiliki kelemahan terbesar pada sumber daya manusianya, KEI (Knowledge Economy Index) Indonesia, sebuah nilai tingkat nilai ekonomi suatu negara berdasarkan ilmu pengetahuannya, berdasarkan data World Bank tahun 2008 adalah sebesar 3,23. Nilai KEI tersebut cukup rendah, sebagai perbandingan KEI Malaysia sebesar 6,06, Denmark 9.58, USA 9.08, dimana Indonesia berada diperingkat 98 dari 140 negara. Tingkat KEI menunjukkan bahwa pada produksi berbasis teknologi yang pada masa kini dan kedepannya akan menjadi kebutuhan yang terus meningkat, Indonesia kemungkinan besar akan berada pada level konsumen. Nilai KEI juga memprediksikan seberapa besar tingkat inovasi di Indonesia yang akan menggambrakan iklim investasi pada bidang bidang produksi yang baru. Kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pada pengembangan ilmu pengetahuan menjadi sumber utama masalah ini, ditambah tingkat kosumsi masayarakat yang tinggi, hal ini menjadi masalah yang cukup besar nantinya ketika zona perdagangan bebas mulai diterapkan secara keseluruhan dan efektif.
Iklim investasi dunia usaha di Indonesia saat ini cukup mengkhawatirkan, hal ini dapat dilihat dari margin profit perbankan yang cukup tinggi sebesar 42,5%. Margin profit ini memberatkan dunia usaha, meskipun tentunya menarik modal asing yang besar. Margin profit yang besar tersebut akan membentuk suku bunga yang tinggi, menyebabkan dunia usaha melesu ditengah tingkat pengangguran sebesar 9,5% dan kemiskinan sebesar 16,3%. Kondisi ini dapat menjadi penyebab menurunya PPF (Production Posibility Frontier) atau kemampuan produksi nasional. Kebijakan moneter yang diambil pemerintah harus mampu mengakomodasi dunia usaha agar pertumbuhan ekonomi tidak terhambat.
Zona perdagangan bebas tingkat ASEAN-Cina yang butir-butir perjanjiannya akan mulai diterapkan efektif di tahun 2010 ini akan menjadi salah satu faktor yang dapat menekan posisi perekonomian Indonesia, kecuali indonesia mampu dengan cepat memperbaiki beberapa sektor dalam negeri. Pada tahun 2010, biaya bea produk Cina akan sebesar 0% untuk pertanian dan 5% untuk produk manufaktur, dengan ini produk Cina akan mengancam produk dalam negeri. Saat ini Amerika Serikat baru saja mengeluarkan peraturan yang melindungi negaranya dari produk murah Cina, dimana akan memberi kemungkinan pengalihan produk-produk Cina ke negara-negara ASEAN, terutama Indonesia sebagai negara ASEAN dengan tingkat populasi penduduk paling besar. Jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan, perekonomian Indonesia akan dalam situasi yang mengkhawatirkan di masa yang akan datang.
Kondisi perekonomian saat ini jika hanya dilihat dari besar GDP dan tingkat pertumbuhannya dapat dikatakan Indonesia berada pada level menengah dan stabil. Namun, mengutip teori Simon Kuznet, ahli perekonomian negara, bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah suatu kondisi pada waktu tertentu yang diukur dengan GDP (Gross Domestic Product) , namun adalah sebuah proses suatu negara mampu berproduksi dalam jangka panjang. Maka, masalah berikutnya akan berfokus pada kemajuan teknologi dan kelembagaan pemerintahnya serta kondisi sosial masyarakat yang dapat mendukung kemampuan suatu negara untuk berproduksi. Jika dilihat pada konteks ini, perekonomian Indonesia saat ini berada dalam sebuah kondisi yang memungkinkan krisis besar terjadi di masa yang akan datang.
Perekonomian Indonesia memiliki kelemahan terbesar pada sumber daya manusianya, KEI (Knowledge Economy Index) Indonesia, sebuah nilai tingkat nilai ekonomi suatu negara berdasarkan ilmu pengetahuannya, berdasarkan data World Bank tahun 2008 adalah sebesar 3,23. Nilai KEI tersebut cukup rendah, sebagai perbandingan KEI Malaysia sebesar 6,06, Denmark 9.58, USA 9.08, dimana Indonesia berada diperingkat 98 dari 140 negara. Tingkat KEI menunjukkan bahwa pada produksi berbasis teknologi yang pada masa kini dan kedepannya akan menjadi kebutuhan yang terus meningkat, Indonesia kemungkinan besar akan berada pada level konsumen. Nilai KEI juga memprediksikan seberapa besar tingkat inovasi di Indonesia yang akan menggambrakan iklim investasi pada bidang bidang produksi yang baru. Kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pada pengembangan ilmu pengetahuan menjadi sumber utama masalah ini, ditambah tingkat kosumsi masayarakat yang tinggi, hal ini menjadi masalah yang cukup besar nantinya ketika zona perdagangan bebas mulai diterapkan secara keseluruhan dan efektif.
Iklim investasi dunia usaha di Indonesia saat ini cukup mengkhawatirkan, hal ini dapat dilihat dari margin profit perbankan yang cukup tinggi sebesar 42,5%. Margin profit ini memberatkan dunia usaha, meskipun tentunya menarik modal asing yang besar. Margin profit yang besar tersebut akan membentuk suku bunga yang tinggi, menyebabkan dunia usaha melesu ditengah tingkat pengangguran sebesar 9,5% dan kemiskinan sebesar 16,3%. Kondisi ini dapat menjadi penyebab menurunya PPF (Production Posibility Frontier) atau kemampuan produksi nasional. Kebijakan moneter yang diambil pemerintah harus mampu mengakomodasi dunia usaha agar pertumbuhan ekonomi tidak terhambat.
Zona perdagangan bebas tingkat ASEAN-Cina yang butir-butir perjanjiannya akan mulai diterapkan efektif di tahun 2010 ini akan menjadi salah satu faktor yang dapat menekan posisi perekonomian Indonesia, kecuali indonesia mampu dengan cepat memperbaiki beberapa sektor dalam negeri. Pada tahun 2010, biaya bea produk Cina akan sebesar 0% untuk pertanian dan 5% untuk produk manufaktur, dengan ini produk Cina akan mengancam produk dalam negeri. Saat ini Amerika Serikat baru saja mengeluarkan peraturan yang melindungi negaranya dari produk murah Cina, dimana akan memberi kemungkinan pengalihan produk-produk Cina ke negara-negara ASEAN, terutama Indonesia sebagai negara ASEAN dengan tingkat populasi penduduk paling besar. Jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan, perekonomian Indonesia akan dalam situasi yang mengkhawatirkan di masa yang akan datang.
Kemiskinan dan Ketimpangan Pendaptan
AH PERTUMBUHAN EKONOMI MEMPERBAIKI
KETIMPANGAN DAN MEREDUKSI KEMISKINAN?
Pendahuluan
Lebih dari empat dekade terakhir, debat mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi (economic growth), ketimpangan (inequality), dan kemiskinan (poverty) terus berlangsung. Pertanyaan yang kerapkali memicu debat, antara lain: betulkah pertumbuhan ekonomi sanggup memperbaiki ketimpangan distribusi pendapatan dan mereduksi kemiskinan; apakah pertumbuhan ekonomi dapat memberi manfaat secara luas bagi seluruh kelompok dalam masyarakat, termasuk kelompok miskin; adakah korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dengan perbaikan taraf hidup masyarakat; apakah terjadi trade-off antara strategi yang pro-pertumbuhan (pro-growth) dengan pro-kemiskinan (pro-poor); apakah kebijakan yang pro-pertumbuhan juga dapat diharapkan menjadi kebijakan terbaik bagi pengurangan kemiskinan; dan seterusnya.
Fakta menarik yang diungkapkan oleh Bank Dunia dalam World Development Report 2003, telah memicu debat menjadi kian ekstensif. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa di berbagai belahan dunia, sejumlah negara telah mencatat laju pertumbuhan ekonomi yang cukup mengesankan dan bahkan berlangsung secara konsisten dalam satu-dua dekade. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi tersebut ternyata tidak serta merta mereduksi kemiskinan. Kesenjangan distribusi pendapatan bahkan tetap tak terkoreksi. Disebutkan bahwa sedikitnya 3 (tiga) milyar penduduk bumi masih berada dalam kemiskinan (hanya memperoleh pendapatan kurang dari US$ 2 per hari). Oleh beberapa kalangan, fakta ini setidaknya dimaknai sebagai bentuk divergensi antara pertumbuhan ekonomi dengan perbaikan taraf hidup dan distribusi pendapatan.
Berangkat dari debat dan fakta di atas, tulisan ini mencoba melakukan review atas berbagai hasil studi empiris yang telah dilakukan sebelumnya, baik yang bersifat lintas negara (cross-countries) maupun studi kasus (case-studies). Perkembangan dan keragaman hasil studi empiris yang dibahas dalam tulisan ini, diharapkan dapat membantu untuk memahami, bukan hanya pola relasi antara pertumbuhan, ketimpangan, dan kemiskinan, tetapi juga sejauh mana pertumbuhan ekonomi sanggup memperbaiki ketimpangan dan mereduksi kemiskinan di negara-negara berkembang (developing countries).
Pertumbuhan dan Ketimpangan
Nampaknya tidak ada yang meragukan keterkaitan antara pertumbuhan dan ketimpangan. Namun terdapat berbagai macam pandangan mengenai pola keterkaitan tersebut. Sebagian ekonom memandang bahwa hubungan antara keduanya merupakan hubungan kausal secara timbal balik: ketimpangan mempengaruhi pertumbuhan, dan sebaliknya, pertumbuhan juga mempengaruhi ketimpangan (Kaldor, 1960; Jha, 1999; Barro, 2000; Svedberg, 2002; dan Bourguignon, 2004).
Galor dan Zeira (1993), Alesina dan Rodrik (1994), Persson dan Tabellini (1994), Benabou (1996), Perotti (1996), Aghion dan Howitt (1997), Li dan Zou (1998), Forbes (2000), Afranca et. al. (2000), Banerjee dan Duflo (2000), dan Pardo-Beltran (2002), lebih mendukung pandangan yang mengatakan bahwa distribusi pendapatan-lah yang mempengaruhi pertumbuhan. Landasan teorinya adalah: distribusi pendapatan yang timpang akan berpengaruh terhadap jumlah investasi, baik fisik maupun manusia, dan selanjutnya akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Alesina dan Rodrik, Persson dan Tabellini, Benabou, dan Perotti menemukan bahwa pengaruh ketimpangan terhadap pertumbuhan adalah negatif. Hasil ini berbeda dengan penemuan Aghion dan Howitt, Li dan Zou, dan Forbes, yang justru menemukan pengaruh yang positif. Aghion dan Howitt misalnya, telah mengestimasi pengaruh ketimpangan terhadap pertumbuhan dan menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara keduanya. Artinya, semakin tinggi ketimpangan, semakin besar kontribusinya terhadap pertumbuhan.
Namun sebagian besar ekonom justru berpandangan sebaliknya. Mereka lebih percaya bahwa pertumbuhan ekonomi-lah yang menciptakan ketimpangan (Kuznets, 1955; Ravallion, 1995; Deininger dan Squire, 1996; Schultz, 1998; Bruno, Ravallion dan Squire, 1998; Dollar dan Kraay, 2001 dan 2002; Son dan Kakwani, 2003; dan Adams, 2004). Argumentasi teoritisnya adalah: pertumbuhan ekonomi menyebabkan setiap kelompok dalam masyarakat memperoleh keuntungan, namun kelompok yang menguasai faktor produksi dan modal biasanya mendapatkan keuntungan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kelompok lainnya (para buruh).
Jika ditelusuri kebelakang, debat mengenai hubungan antara pertumbuhan dan ketimpangan, awalnya dipicu oleh sebuah hipotesis yang dikemukakan oleh Kuznets (1955) – dikenal dengan Kuznets Hypothesis -, yang menyatakan bahwa keterkaitan antara pertumbuhan dan ketimpangan seperti U-shaped terbalik: pada tahap awal pembangunan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung buruk dan tidak akan meningkat sampai negara tersebut mencapai status berpendapatan menengah (middle-income). Namun sesudah fase tersebut, distribusi pendapatan akan terus membaik atau ketimpangan akan terus menurun. Implikasi lain dari temuan ini, menurut Adams (2003), adalah bahwa pada tahap awal proses pembangunan, tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan butuh waktu beberapa tahun untuk menjadi berkurang di negara-negara berkembang.
Hipotesis Kuznets di atas didasarkan pada data cross-sectional dengan mengobservasi sejumlah negara dengan tahap pembangunan yang bervariasi. Tentu saja, penggunaan jenis data seperti ini dianggap memiliki kelemahan, sebab bagaimanapun, tujuan untuk memahami dampak pertumbuhan terhadap ketimpangan lebih dimungkinkan jika menggunakan data time-series, karena dapat menunjukkan perubahan ketimpangan dalam suatu negara akibat pertumbuhan dari waktu ke waktu. Dalam dekade terakhir, dengan menggunakan data time-series telah dilakukan beberapa studi empiris, diantaranya Ravallion (1995), Deininger dan Squire (1996), Schultz (1998), dan Bruno, Ravallion dan Squire (1998). Temuan empiris semua studi tersebut cenderung menolak Hipotesis Kuznets. Ravallion misalnya, mengatakan bahwa:
“The rejection of the inverted U hypothesis (of the Kuznets curve) could not be more convincing… The data do not suggest that growth tends to either increase or decrease inequality”.
Saat ini, kebanyakan para ekonom berpikir bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mempunyai dampak besar terhadap perbaikan ketimpangan, karena distribusi pendapatan secara umum tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Menurut Deininger dan Squire (1996), Gross Domestic Product (GDP) per kapita meningkat 26% di negara-negara berkembang antara tahun 1985-1995, namun koefisien Gini hanya berubah 0,28% per tahun selama periode tersebut. Sebagai misal, di Taiwan pendapatan per kapita riil meningkat lima kali lipat antara tahun 1964-1990, akan tetapi koefisien Gini hanya mengalami penurunan yang relatif kecil, yaitu dari 32,2 ke 30,1.
Hasil studi Ravallion dan Chen (1997) terhadap 67 negara berkembang dan transisi, cenderung mendukung temuan Deininger dan Squire (1996). Dengan menggunakan data survey rumah tangga selama periode 1981-1994, ia menemukan bahwa perubahan ketimpangan tidak memiliki kaitan dengan perubahan standar hidup rata-rata. Bahkan pertumbuhan seringkali justru memperburuk distribusi pendapatan.
Beberapa studi kasus (case studies) juga menunjukkan gejala yang sama bahwa distribusi pendapatan tidak banyak mengalami perubahan meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi selama periode analisis. Kasus Brazil seringkali dijadikan sebagai illustrasi yang baik. Menurut studi yang dilakukan oleh Ferreira dan Barros (1998), ketimpangan di Brazil tidak berubah antara tahun 1976 dan 1996, meskipun pendapatan per kapita secara keseluruhan meningkat beberapa persen. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi di Brazil tidak mempunyai dampak terhadap perbaikan distribusi pendapatan.
Apa yang diungkapkan oleh Bank Dunia dalam World Development Indicators 1998 (dikutip dalam Todaro, 2003), sebagian cenderung mendukung temuan di atas. Dalam laporan tersebut nampak agak sulit untuk menarik kesimpulan apakah pertumbuhan ekonomi dapat memperbaiki distribusi pendapatan, setidaknya dalam kurun waktu lebih dari tiga dekade (1965-1996). Di Amerika Latin dan di Afrika misalnya, pertumbuhan nampak berjalan beriringan dengan perbaikan distribusi pendapatan: pertumbuhan nampak meningkat dan koefisien Gini cenderung menurun. Namun, gambaran tersebut tidak berlangsung di Asia Timur. Meskipun pertumbuhan di Asia Timur nampak mengalami peningkatan yang amat signifikan (rata-rata di atas 5% per tahun), akan tetapi ketimpangan justru kian membesar (ditunjukkan oleh koefisien Gini yang semakin meningkat).
Hasil serupa juga ditunjukkan oleh Cornia dan Kiiski (2001) yang mengamati kecenderungan distribusi pendapatan sesudah Perang Dunia Kedua, atau dari tahun 1960-an sampai dengan tahun 1990-an. Dari 73 negara yang diamati (17 negara maju, 34 negara berkembang, dan 22 negara transisi), 48 negara diantaranya (dua pertiga dari populasi) mengalami ketimpangan yang semakin meningkat. Ini cukup menarik, sebab fenomena ini justru terjadi di negara-negara maju (12 dari 17 negara yang diamati) dan di negara-negara transisi (21 dari 22 negara yang diamati). Terdapat 16 negara yang menunjukkan ketimpangan yang relatif konstan, namun beberapa negara diantaranya, seperti Brasil, India, Banglades, dan Indonesia menunjukkan kenaikan ketimpangan dalam 2-3 tahun terakhir periode pengamatan. Hanya 9 negara yang mencatat adanya perbaikan dalam distribusi pendapatan. Ini sebagian besar terjadi di negara-negara kecil (small nations) seperti Honduras, Jamaika, Tunisia, Norwegia, dan negara-negara berukuran sedang (medium-sized nations) seperti Perancis, Korea Selatan, dan Malaysia. Salah satu temuan penting studi ini adalah bahwa ketimpangan yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan, dan bahkan dapat memberikan dampak buruk bagi kehidupan sosial dan politik.
Dibandingkan dengan berbagai temuan di atas, beberapa ekonom bahkan memiliki pandangan yang lebih ekstrim, bahwa pertumbuhan ekonomi cenderung menaikkan ketimpangan pendapatan (dan asset), dan pada tingkat ketimpangan yang lebih tinggi, hampir dapat dipastikan bahwa pertumbuhan hanya akan memberi manfaat bagi kaum kaya daripada kaum miskin. Forsyth (2000) misalnya, dengan lugas menulis:
“there is plenty of evidence that current patterns of (economic) growth and globalization are widening income disparities and thus acting as brake on poverty reduction”.
Jika argumentasi ini benar, maka cara terbaik untuk mengurangi kemiskinan di negara-negara berkembang adalah dengan pertama kali memperbaiki atau memperkecil ketimpangan pendapatan dan asset.
Namun, studi yang dilakukan oleh Ravallion dan Datt (2000) di India justru menunjukkan hasil yang agak berbeda. Dengan menggunakan logaritma (log) produk domestik riil per kapita sebagai proksi dari pendapatan per kapita dan indeks Gini dari konsumsi per orang (dalam persen) sebagai proksi dari tingkat ketimpangan, mereka menunjukkan bahwa selama periode 1950-an hingga 1990-an, pendapatan rata-rata per kapita meningkat dan tingkat ketimpangan memperlihatkan trend yang menurun. Demikian pula hasil studi Ranis et al. (1977) di Cina juga menunjukkan adanya suatu korelasi negatif antara pendapatan dan ketimpangan: ketimpangan menurun jika pendapatan meningkat.
Sebuah analisis lengkap yang dilakukan oleh Banerjee dan Duflo (2001), juga menemukan adanya hubungan antara ketimpangan dan pertumbuhan di banyak negara, meskipun bersifat non-linear. Chen (2003) dengan menggunakan data lintas negara, juga menemukan terjadinya U-shaped terbalik hubungan antara distribusi pendapatan dan pertumbuhan dalam jangka panjang, meskipun tidak dalam jangka pendek.
Untuk kasus Indonesia, hasil studi Deininger dan Squire (1996) yang menyajikan estimasi koefisien Gini dari berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, juga menarik untuk diamati. Secara parsial, hasil studi tersebut memberi indikasi bahwa hipotesis U-shaped terbalik dari Kuznets berlaku untuk kasus Indonesia. Pada tahun 1970-an misalnya, tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia relatif rendah (0,31), tahun 1980-an tinggi (0,36), dan kemudian tahun 1990-an kembali rendah (0,32), padahal laju pertumbuhan meningkat secara konsisten selama periode tersebut.
Berbagai fakta empiris di atas menunjukkan bahwa pada beberapa kasus, memang kerapkali pertumbuhan dan perbaikan distribusi pendapatan bergandengan tangan. Namun pada sejumlah kasus lainnya, tidaklah demikian. Divergensi yang besar antara pertumbuhan dan perbaikan distribusi pendapatan timbul bila pertumbuhan bersifat volatil dan tidak berkesinambungan.
Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dari berbagai studi empiris yang telah dilakukan, nampaknya terdapat hasil yang beragam mengenai dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan. Secara garis besar, hasil tersebut dapat diklasifikasi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
Pertama, di masa lalu, beberapa ekonom menganggap bahwa pertumbuhan tidak cukup menurunkan kemiskinan di negara-negara berkembang. Sebagai contoh, Chenery and Ahluwalia. (1974) mengatakan:
“It is now clear that more than a decade of rapid growth in underdeveloped countries has been of little or no benefit to perhaps a third of their population”.
Demikian pula, Adelman dan Morris (1973) mengatakan bahwa:
“Development is accompanied by an absolute as well as a relative decline in the average income of the very poor… The frightening implication (of this) is that hundreds of millions of desperately poor people… have been hurt rather than helped by economic development”.
Kedua, Ravallion (1997), Son dan Kakwani (2003), dan Bourguignon (2004) melakukan review hubungan antara pertumbuhan dengan kemiskinan dan ketimpangan, dan mencatat bahwa dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan hanya terjadi ketika ketimpangan relatif tinggi (high inequality). Dengan kata lain, negara-negara yang mempunyai tingkat ketimpangan yang sedang, apalagi rendah, dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan relatif tidak signifikan. Hasil ini dapat pula diintrepretasi bahwa untuk tingkat pertumbuhan berapapun, semakin turun ketimpangan, semakin besar terjadinya penurunan dalam kemiskinan.
Namun ketika ketimpangan pendapatan cenderung tetap stabil sepanjang waktu, pertumbuhan tetap diharapkan dapat mengurangi kemiskinan, setidaknya sampai pada taraf tertentu. Bagaimana pertumbuhan secara aktual mengurangi kemiskinan, menurut Adams (2003), sedikitnya tergantung pada 2 (dua) faktor, yaitu: pertama, tingkat pertumbuhan itu sendiri. Dengan menggunakan garis kemiskinan internasional US$ 1 per orang per hari, Squire (1993) melakukan studi ekonometrik dengan meregresi antara tingkat penurunan kemiskinan dengan tingkat pertumbuhan. Hasilnya, jika terjadi kenaikan 1% dalam pertumbuhan, akan mengurangi kemiskinan 0,24%. Bruno, Ravallion, dan Squire (1998) juga melakukan studi ekonometrik serupa terhadap 20 negara berkembang selama periode 1984-1993, dengan meregresi antara tingkat proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan (US$ 1 per orang per hari) dengan tingkat pertumbuhan (perubahan pendapatan rata-rata). Hasilnya, signifikan secara statistik dengan koefisien regresi -2,12. Artinya, jika terjadi kenaikan pertumbuhan sebesar 1%, maka proporsi penduduk miskin akan menurun sebesar 2,12%. Kedua, tingkat ketimpangan. Dengan statistik secara langsung, pertumbuhan dapat diharapkan menurunkan kemiskinan jika ketimpangan turun, dibanding jika sebaliknya. Ekspektasi ini dipertegas oleh studi yang dilakukan oleh Bruno, Ravallion dan Squire (1998). Mereka meregresi tingkat perubahan kemiskinan terhadap perubahan pertumbuhan dan perubahan ketimpangan (diukur dengan koefisien Gini) di 20 negara berkembang. Mereka memperoleh koefisien regresi yang signifikan secara statistik, yaitu -2,28 untuk variabel pertumbuhan dan 3,86 untuk variabel ketimpangan. Artinya, perubahan yang kecil pada ketimpangan distribusi pendapatan, dapat mendorong kearah perubahan yang cukup besar timbulnya kemiskinan. Sedangkan untuk tingkat pertumbuhan berapapun, semakin turun ketimpangan, semakin besar terjadinya penurunan dalam kemiskinan.
Temuan di atas juga dipertegas oleh hasil studi Bourguignon (2004). Dengan membandingkan antara negara-negara berpendapatan menengah dengan tingkat ketimpangan yang tinggi (middle income country with high inequality) dan negara-negara berpendapatan rendah dengan tingkat ketimpangan yang sedang (low income country with middle inequality) — namun masing-masing memiliki tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang sama, yaitu rata-rata 3% per tahun — ia menemukan fakta bahwa penurunan angka kemiskinan ternyata lebih cepat terjadi di negara-negara berpendapatan menengah dengan tingkat ketimpangan yang tinggi daripada di negara-negara berpendapatan rendah dengan tingkat ketimpangan yang sedang.
Atas temuan itulah, Bourguignon (2004) selanjutnya menyatakan bahwa strategi pembangunan untuk menurunkan kemiskinan terletak pada hubungan antara pertumbuhan dan distribusi pendapatan, dan bukan pada hubungan antara pertumbuhan dan kemiskinan ataupun antara kemiskinan dan ketimpangan. Melalui konsep “Poverty-Growth-Inequality (PGI) Triangle” yang diperkenalkannya, Bourguignon (2004) merekomendasikan sedikitnya dua strategi untuk mengentaskan kemiskinan: (i) mendorong pertumbuhan tingkat pendapatan aggregat; dan (ii) melakukan perbaikan distribusi pendapatan secara progressif.
Ketiga, pertumbuhan mempunyai dampak yang cukup signifikan terhadap penurunan kemiskinan. Dollar dan Kraay (2002) dengan menggunakan data dari 80 negara berkembang selama kurun waktu 40 tahun, menyimpulkan bahwa “growth is good for the poor”. Mereka mengklaim bahwa:
“(since) average incomes of the poorest fifth of society rise proportionately with average incomes… (economic) growth generally does benefit the poor as much as every one else”.
Lebih jauh Dollar dan Kraay (2002) mengatakan bahwa pertumbuhan akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar bagi si-miskin jika pertumbuhan tersebut disertai dengan berbagai kebijakan seperti penegakan hukum, disiplin fiskal, keterbukaan dalam perdagangan internasional, dan strategi pengentasan kemiskinan. Pendapat ini nampaknya mempertegas pendapat Bigsten dan Levin (2000) sebelumnya yang menyatakan bahwa negara-negara yang berhasil dalam pertumbuhan kemungkinan besar juga akan berhasil dalam menurunkan kemiskinan, apalagi jika terdapat dukungan kebijakan dan lingkungan kelembagaan (institutional environment) yang tepat.
Studi terbaru mengenai hubungan antara pertumbuhan dan kemiskinan dilakukan oleh Adams (2003). Dengan menggunakan data-data terbaru dari 50 negara berpendapatan rendah dan menengah rendah (low income and lower-middle income countries) yang terdiri atas 13 negara di Afrika Sub-Sahara, 4 negara di Asia Timur, 12 negara di Eropa dan Asia Tengah, 10 negara di Amerika Latin, 5 negara di Asia Tenggara, 6 negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, Adams melakukan pengujian dampak pertumbuhan terhadap kemiskinan. Ia menemukan fakta bahwa pertumbuhan secara meyakinkan dapat mengurangi kemiskinan di negara-negara berkembang. Ketika pertumbuhan diukur berdasarkan pendapatan rata-rata (konsumsi), terdapat hubungan yang kuat secara statistik antara pertumbuhan dan penurunan kemiskinan. Elastisitas kemiskinan dalam kaitannya dengan pertumbuhan mencatat angka -2,59. Artinya, secara rata-rata, jika pertumbuhan meningkat sebesar 1%, maka akan mengakibatkan penurunan 2,59% proporsi penduduk yang hidup dalam kemiskinan (US$1 per orang per hari). Bahkan ketika pertumbuhan diukur berdasarkan GDP per kapita, juga masih menunjukkan hubungan (meski tidak kuat) secara statistik antara pertumbuhan dan penurunan kemiskinan.
Sejumlah studi kasus di berbagai negara juga memperlihatkan hasil serupa. Studi yang dilakukan oleh Wodon (1999) di Bangladesh, dengan memakai data panel regional dengan 14 wilayah geografis dan lima titik waktu antara tahun 1983 sampai 1996, menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi tingkat kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Begitu pula studi Demombynes dan Hoogeveen (2004) di Tanzania, juga menemukan bahwa pertumbuhan GDP per kapita yang relatif cepat selama periode 1992-2001, signifikan secara statistik menurunkan kemiskinan. Danielson (2002) di Jamaika, juga menemukan bahwa pertumbuhan per kapita yang berlangsung selama 1988-1998 mempunyai dampak yang besar terhadap penurunan kemiskinan. Ini dimungkinkan, menurut Danielson, sebab selama periode tersebut tidak terjadi peningkatan yang besar dalam ketimpangan.
Dari gambaran di atas, nampak jelas bahwa meskipun terdapat beberapa hasil studi yang meragukan dampak positif pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan, namun beberapa studi terbaru dengan cakupan negara yang lebih luas dan rentang waktu data yang lebih panjang, menunjukkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak yang signifikan terhadap penurunan kemiskinan di negara-negara berkembang.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal:
Pertama, nampaknya tidak ada yang meragukan pentingnya pertumbuhan bagi penurunan kemiskinan. Negara-negara yang secara historis mengalami pertumbuhan yang berlangsung dalam rentang waktu atau periode yang panjang, nampaknya juga mengalami penurunan kemiskinan yang relatif besar. Konsep kemiskinan yang digunakan dalam temuan ini adalah: (i) proporsi penduduk miskin terhadap total populasi, biasanya klas pendapatan terendah dalam populasi (Dollar dan Kraay, 2002; Foster dan Szekely, 2000); (ii) kemiskinan absolut yang diukur berdasarkan tingkat pendapatan, misalnya US$ 1 per orang per hari (Adams, 2003); dan (iii) garis kemiskinan yang dihitung berdasarkan biaya hidup minimum (Ravallion dan Chen, 1997).
Kedua, perubahan distribusional secara progressif akan berdampak positif bagi penurunan kemiskinan. Sulit untuk membantah bahwa pengurangan kemiskinan dapat dicapai melalui kebijakan redistributif (redistributive policies) meskipun tanpa adanya pertumbuhan. Namun pertumbuhan yang disertai dengan perubahan distribusional yang progresif akan mempunyai dampak yang lebih besar terhadap penurunan kemiskinan dibandingkan dengan pertumbuhan tanpa perubahan distribusional. Ravallion (1997), Bourguignon (2004), dan Son dan Kakwani (2003) yang mereview hubungan antara pertumbuhan, ketimpangan, dan kemiskinan, mencatat bahwa dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan hanya terjadi ketika ketimpangan relatif tinggi (high inequality). Hasil ini dapat pula diintrepretasi bahwa untuk tingkat pertumbuhan berapapun, semakin turun ketimpangan, semakin besar terjadinya penurunan dalam kemiskinan.
Ketiga, tidak ada bukti kuat secara empiris yang menunjukkan adanya kecenderungan bahwa pertumbuhan berjalan paralel dengan perbaikan distribusi pendapatan. Dollar dan Kraay (2002) menemukan bahwa, secara rata-rata, pendapatan masyarakat paling miskin (klas kelima dalam populasi) meningkat secara proporsional dengan pendapatan rata-rata. Namun studi lainnya menunjukkan bahwa perubahan dalam pendapatan dan perubahan dalam ketimpangan sama sekali tidak memiliki kaitan, seperti dikemukakan oleh Deininger dan Squire (1996), Ravallion dan Chen (1997), dan Easterly (1999). Menurut mereka, pertumbuhan adalah baik bagi si-miskin, atau setidaknya baik bagi setiap orang yang ada dalam masyarakat.
Keempat, dalam tahun-tahun terakhir, penelitian maupun debat lebih fokus pada seberapa besar manfaat yang diperoleh kaum miskin dari pertumbuhan ekonomi (Ravallion 1998 dan 2001, Ravallion dan Chen 1997, Ravallion dan Datt 2000, dan Quah, 2001). Pada satu titik ekstrim, dinyatakan bahwa manfaat potensial pertumbuhan terhadap kaum miskin berkurang akibat kebijakan distributif yang tidak adil dan peningkatan ketimpangan yang menyertai pertumbuhan tersebut. Pada titik ekstrim yang lain, dikatakan bahwa meskipun ketimpangan meningkat akibat kebijakan ekonomi yang liberal dan pasar yang kian terbuka, namun pendapatan setiap orang dalam masyarakat, termasuk yang miskin, menunjukkan peningkatan, dan bahkan secara proporsional mengurangi timbulnya kemiskinan (Heshmati, 2004).
Kelima, secara pragmatis, beragamnya temuan empiris semua studi di atas telah menimbulkan kesulitan tersendiri dalam merumuskan program dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang tepat dan efektif. Hingga saat ini, kebijakan dan program anti-kemiskinan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi donor (Bank Dunia, USAID, DFID) di negara-negara berkembang, lebih fokus pada upaya mendorong pertumbuhan ekonomi secara luas (broad-based economic growth), daripada mengatasi ketimpangan pendapatan dan asset (Adams, 2003). Ini memberi indikasi bahwa organisasi-organisasi donor masih meyakini keampuhan pertumbuhan ekonomi untuk mereduksi kemiskinan di negara-negara berkembang. Tentu saja, keyakinan ini tidak sepenuhnya benar, apalagi jika kita merujuk pada berbagai hasil studi terbaru yang justru menekankan perlunya melakukan perubahan distribusional secara progresif untuk mengurangi kemiskinan di negara-negara berkembang.
http://bappedarejanglebong.net/?p=174
KETIMPANGAN DAN MEREDUKSI KEMISKINAN?
Pendahuluan
Lebih dari empat dekade terakhir, debat mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi (economic growth), ketimpangan (inequality), dan kemiskinan (poverty) terus berlangsung. Pertanyaan yang kerapkali memicu debat, antara lain: betulkah pertumbuhan ekonomi sanggup memperbaiki ketimpangan distribusi pendapatan dan mereduksi kemiskinan; apakah pertumbuhan ekonomi dapat memberi manfaat secara luas bagi seluruh kelompok dalam masyarakat, termasuk kelompok miskin; adakah korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dengan perbaikan taraf hidup masyarakat; apakah terjadi trade-off antara strategi yang pro-pertumbuhan (pro-growth) dengan pro-kemiskinan (pro-poor); apakah kebijakan yang pro-pertumbuhan juga dapat diharapkan menjadi kebijakan terbaik bagi pengurangan kemiskinan; dan seterusnya.
Fakta menarik yang diungkapkan oleh Bank Dunia dalam World Development Report 2003, telah memicu debat menjadi kian ekstensif. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa di berbagai belahan dunia, sejumlah negara telah mencatat laju pertumbuhan ekonomi yang cukup mengesankan dan bahkan berlangsung secara konsisten dalam satu-dua dekade. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi tersebut ternyata tidak serta merta mereduksi kemiskinan. Kesenjangan distribusi pendapatan bahkan tetap tak terkoreksi. Disebutkan bahwa sedikitnya 3 (tiga) milyar penduduk bumi masih berada dalam kemiskinan (hanya memperoleh pendapatan kurang dari US$ 2 per hari). Oleh beberapa kalangan, fakta ini setidaknya dimaknai sebagai bentuk divergensi antara pertumbuhan ekonomi dengan perbaikan taraf hidup dan distribusi pendapatan.
Berangkat dari debat dan fakta di atas, tulisan ini mencoba melakukan review atas berbagai hasil studi empiris yang telah dilakukan sebelumnya, baik yang bersifat lintas negara (cross-countries) maupun studi kasus (case-studies). Perkembangan dan keragaman hasil studi empiris yang dibahas dalam tulisan ini, diharapkan dapat membantu untuk memahami, bukan hanya pola relasi antara pertumbuhan, ketimpangan, dan kemiskinan, tetapi juga sejauh mana pertumbuhan ekonomi sanggup memperbaiki ketimpangan dan mereduksi kemiskinan di negara-negara berkembang (developing countries).
Pertumbuhan dan Ketimpangan
Nampaknya tidak ada yang meragukan keterkaitan antara pertumbuhan dan ketimpangan. Namun terdapat berbagai macam pandangan mengenai pola keterkaitan tersebut. Sebagian ekonom memandang bahwa hubungan antara keduanya merupakan hubungan kausal secara timbal balik: ketimpangan mempengaruhi pertumbuhan, dan sebaliknya, pertumbuhan juga mempengaruhi ketimpangan (Kaldor, 1960; Jha, 1999; Barro, 2000; Svedberg, 2002; dan Bourguignon, 2004).
Galor dan Zeira (1993), Alesina dan Rodrik (1994), Persson dan Tabellini (1994), Benabou (1996), Perotti (1996), Aghion dan Howitt (1997), Li dan Zou (1998), Forbes (2000), Afranca et. al. (2000), Banerjee dan Duflo (2000), dan Pardo-Beltran (2002), lebih mendukung pandangan yang mengatakan bahwa distribusi pendapatan-lah yang mempengaruhi pertumbuhan. Landasan teorinya adalah: distribusi pendapatan yang timpang akan berpengaruh terhadap jumlah investasi, baik fisik maupun manusia, dan selanjutnya akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Alesina dan Rodrik, Persson dan Tabellini, Benabou, dan Perotti menemukan bahwa pengaruh ketimpangan terhadap pertumbuhan adalah negatif. Hasil ini berbeda dengan penemuan Aghion dan Howitt, Li dan Zou, dan Forbes, yang justru menemukan pengaruh yang positif. Aghion dan Howitt misalnya, telah mengestimasi pengaruh ketimpangan terhadap pertumbuhan dan menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara keduanya. Artinya, semakin tinggi ketimpangan, semakin besar kontribusinya terhadap pertumbuhan.
Namun sebagian besar ekonom justru berpandangan sebaliknya. Mereka lebih percaya bahwa pertumbuhan ekonomi-lah yang menciptakan ketimpangan (Kuznets, 1955; Ravallion, 1995; Deininger dan Squire, 1996; Schultz, 1998; Bruno, Ravallion dan Squire, 1998; Dollar dan Kraay, 2001 dan 2002; Son dan Kakwani, 2003; dan Adams, 2004). Argumentasi teoritisnya adalah: pertumbuhan ekonomi menyebabkan setiap kelompok dalam masyarakat memperoleh keuntungan, namun kelompok yang menguasai faktor produksi dan modal biasanya mendapatkan keuntungan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kelompok lainnya (para buruh).
Jika ditelusuri kebelakang, debat mengenai hubungan antara pertumbuhan dan ketimpangan, awalnya dipicu oleh sebuah hipotesis yang dikemukakan oleh Kuznets (1955) – dikenal dengan Kuznets Hypothesis -, yang menyatakan bahwa keterkaitan antara pertumbuhan dan ketimpangan seperti U-shaped terbalik: pada tahap awal pembangunan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung buruk dan tidak akan meningkat sampai negara tersebut mencapai status berpendapatan menengah (middle-income). Namun sesudah fase tersebut, distribusi pendapatan akan terus membaik atau ketimpangan akan terus menurun. Implikasi lain dari temuan ini, menurut Adams (2003), adalah bahwa pada tahap awal proses pembangunan, tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan butuh waktu beberapa tahun untuk menjadi berkurang di negara-negara berkembang.
Hipotesis Kuznets di atas didasarkan pada data cross-sectional dengan mengobservasi sejumlah negara dengan tahap pembangunan yang bervariasi. Tentu saja, penggunaan jenis data seperti ini dianggap memiliki kelemahan, sebab bagaimanapun, tujuan untuk memahami dampak pertumbuhan terhadap ketimpangan lebih dimungkinkan jika menggunakan data time-series, karena dapat menunjukkan perubahan ketimpangan dalam suatu negara akibat pertumbuhan dari waktu ke waktu. Dalam dekade terakhir, dengan menggunakan data time-series telah dilakukan beberapa studi empiris, diantaranya Ravallion (1995), Deininger dan Squire (1996), Schultz (1998), dan Bruno, Ravallion dan Squire (1998). Temuan empiris semua studi tersebut cenderung menolak Hipotesis Kuznets. Ravallion misalnya, mengatakan bahwa:
“The rejection of the inverted U hypothesis (of the Kuznets curve) could not be more convincing… The data do not suggest that growth tends to either increase or decrease inequality”.
Saat ini, kebanyakan para ekonom berpikir bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mempunyai dampak besar terhadap perbaikan ketimpangan, karena distribusi pendapatan secara umum tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Menurut Deininger dan Squire (1996), Gross Domestic Product (GDP) per kapita meningkat 26% di negara-negara berkembang antara tahun 1985-1995, namun koefisien Gini hanya berubah 0,28% per tahun selama periode tersebut. Sebagai misal, di Taiwan pendapatan per kapita riil meningkat lima kali lipat antara tahun 1964-1990, akan tetapi koefisien Gini hanya mengalami penurunan yang relatif kecil, yaitu dari 32,2 ke 30,1.
Hasil studi Ravallion dan Chen (1997) terhadap 67 negara berkembang dan transisi, cenderung mendukung temuan Deininger dan Squire (1996). Dengan menggunakan data survey rumah tangga selama periode 1981-1994, ia menemukan bahwa perubahan ketimpangan tidak memiliki kaitan dengan perubahan standar hidup rata-rata. Bahkan pertumbuhan seringkali justru memperburuk distribusi pendapatan.
Beberapa studi kasus (case studies) juga menunjukkan gejala yang sama bahwa distribusi pendapatan tidak banyak mengalami perubahan meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi selama periode analisis. Kasus Brazil seringkali dijadikan sebagai illustrasi yang baik. Menurut studi yang dilakukan oleh Ferreira dan Barros (1998), ketimpangan di Brazil tidak berubah antara tahun 1976 dan 1996, meskipun pendapatan per kapita secara keseluruhan meningkat beberapa persen. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi di Brazil tidak mempunyai dampak terhadap perbaikan distribusi pendapatan.
Apa yang diungkapkan oleh Bank Dunia dalam World Development Indicators 1998 (dikutip dalam Todaro, 2003), sebagian cenderung mendukung temuan di atas. Dalam laporan tersebut nampak agak sulit untuk menarik kesimpulan apakah pertumbuhan ekonomi dapat memperbaiki distribusi pendapatan, setidaknya dalam kurun waktu lebih dari tiga dekade (1965-1996). Di Amerika Latin dan di Afrika misalnya, pertumbuhan nampak berjalan beriringan dengan perbaikan distribusi pendapatan: pertumbuhan nampak meningkat dan koefisien Gini cenderung menurun. Namun, gambaran tersebut tidak berlangsung di Asia Timur. Meskipun pertumbuhan di Asia Timur nampak mengalami peningkatan yang amat signifikan (rata-rata di atas 5% per tahun), akan tetapi ketimpangan justru kian membesar (ditunjukkan oleh koefisien Gini yang semakin meningkat).
Hasil serupa juga ditunjukkan oleh Cornia dan Kiiski (2001) yang mengamati kecenderungan distribusi pendapatan sesudah Perang Dunia Kedua, atau dari tahun 1960-an sampai dengan tahun 1990-an. Dari 73 negara yang diamati (17 negara maju, 34 negara berkembang, dan 22 negara transisi), 48 negara diantaranya (dua pertiga dari populasi) mengalami ketimpangan yang semakin meningkat. Ini cukup menarik, sebab fenomena ini justru terjadi di negara-negara maju (12 dari 17 negara yang diamati) dan di negara-negara transisi (21 dari 22 negara yang diamati). Terdapat 16 negara yang menunjukkan ketimpangan yang relatif konstan, namun beberapa negara diantaranya, seperti Brasil, India, Banglades, dan Indonesia menunjukkan kenaikan ketimpangan dalam 2-3 tahun terakhir periode pengamatan. Hanya 9 negara yang mencatat adanya perbaikan dalam distribusi pendapatan. Ini sebagian besar terjadi di negara-negara kecil (small nations) seperti Honduras, Jamaika, Tunisia, Norwegia, dan negara-negara berukuran sedang (medium-sized nations) seperti Perancis, Korea Selatan, dan Malaysia. Salah satu temuan penting studi ini adalah bahwa ketimpangan yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan, dan bahkan dapat memberikan dampak buruk bagi kehidupan sosial dan politik.
Dibandingkan dengan berbagai temuan di atas, beberapa ekonom bahkan memiliki pandangan yang lebih ekstrim, bahwa pertumbuhan ekonomi cenderung menaikkan ketimpangan pendapatan (dan asset), dan pada tingkat ketimpangan yang lebih tinggi, hampir dapat dipastikan bahwa pertumbuhan hanya akan memberi manfaat bagi kaum kaya daripada kaum miskin. Forsyth (2000) misalnya, dengan lugas menulis:
“there is plenty of evidence that current patterns of (economic) growth and globalization are widening income disparities and thus acting as brake on poverty reduction”.
Jika argumentasi ini benar, maka cara terbaik untuk mengurangi kemiskinan di negara-negara berkembang adalah dengan pertama kali memperbaiki atau memperkecil ketimpangan pendapatan dan asset.
Namun, studi yang dilakukan oleh Ravallion dan Datt (2000) di India justru menunjukkan hasil yang agak berbeda. Dengan menggunakan logaritma (log) produk domestik riil per kapita sebagai proksi dari pendapatan per kapita dan indeks Gini dari konsumsi per orang (dalam persen) sebagai proksi dari tingkat ketimpangan, mereka menunjukkan bahwa selama periode 1950-an hingga 1990-an, pendapatan rata-rata per kapita meningkat dan tingkat ketimpangan memperlihatkan trend yang menurun. Demikian pula hasil studi Ranis et al. (1977) di Cina juga menunjukkan adanya suatu korelasi negatif antara pendapatan dan ketimpangan: ketimpangan menurun jika pendapatan meningkat.
Sebuah analisis lengkap yang dilakukan oleh Banerjee dan Duflo (2001), juga menemukan adanya hubungan antara ketimpangan dan pertumbuhan di banyak negara, meskipun bersifat non-linear. Chen (2003) dengan menggunakan data lintas negara, juga menemukan terjadinya U-shaped terbalik hubungan antara distribusi pendapatan dan pertumbuhan dalam jangka panjang, meskipun tidak dalam jangka pendek.
Untuk kasus Indonesia, hasil studi Deininger dan Squire (1996) yang menyajikan estimasi koefisien Gini dari berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, juga menarik untuk diamati. Secara parsial, hasil studi tersebut memberi indikasi bahwa hipotesis U-shaped terbalik dari Kuznets berlaku untuk kasus Indonesia. Pada tahun 1970-an misalnya, tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia relatif rendah (0,31), tahun 1980-an tinggi (0,36), dan kemudian tahun 1990-an kembali rendah (0,32), padahal laju pertumbuhan meningkat secara konsisten selama periode tersebut.
Berbagai fakta empiris di atas menunjukkan bahwa pada beberapa kasus, memang kerapkali pertumbuhan dan perbaikan distribusi pendapatan bergandengan tangan. Namun pada sejumlah kasus lainnya, tidaklah demikian. Divergensi yang besar antara pertumbuhan dan perbaikan distribusi pendapatan timbul bila pertumbuhan bersifat volatil dan tidak berkesinambungan.
Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dari berbagai studi empiris yang telah dilakukan, nampaknya terdapat hasil yang beragam mengenai dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan. Secara garis besar, hasil tersebut dapat diklasifikasi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
Pertama, di masa lalu, beberapa ekonom menganggap bahwa pertumbuhan tidak cukup menurunkan kemiskinan di negara-negara berkembang. Sebagai contoh, Chenery and Ahluwalia. (1974) mengatakan:
“It is now clear that more than a decade of rapid growth in underdeveloped countries has been of little or no benefit to perhaps a third of their population”.
Demikian pula, Adelman dan Morris (1973) mengatakan bahwa:
“Development is accompanied by an absolute as well as a relative decline in the average income of the very poor… The frightening implication (of this) is that hundreds of millions of desperately poor people… have been hurt rather than helped by economic development”.
Kedua, Ravallion (1997), Son dan Kakwani (2003), dan Bourguignon (2004) melakukan review hubungan antara pertumbuhan dengan kemiskinan dan ketimpangan, dan mencatat bahwa dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan hanya terjadi ketika ketimpangan relatif tinggi (high inequality). Dengan kata lain, negara-negara yang mempunyai tingkat ketimpangan yang sedang, apalagi rendah, dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan relatif tidak signifikan. Hasil ini dapat pula diintrepretasi bahwa untuk tingkat pertumbuhan berapapun, semakin turun ketimpangan, semakin besar terjadinya penurunan dalam kemiskinan.
Namun ketika ketimpangan pendapatan cenderung tetap stabil sepanjang waktu, pertumbuhan tetap diharapkan dapat mengurangi kemiskinan, setidaknya sampai pada taraf tertentu. Bagaimana pertumbuhan secara aktual mengurangi kemiskinan, menurut Adams (2003), sedikitnya tergantung pada 2 (dua) faktor, yaitu: pertama, tingkat pertumbuhan itu sendiri. Dengan menggunakan garis kemiskinan internasional US$ 1 per orang per hari, Squire (1993) melakukan studi ekonometrik dengan meregresi antara tingkat penurunan kemiskinan dengan tingkat pertumbuhan. Hasilnya, jika terjadi kenaikan 1% dalam pertumbuhan, akan mengurangi kemiskinan 0,24%. Bruno, Ravallion, dan Squire (1998) juga melakukan studi ekonometrik serupa terhadap 20 negara berkembang selama periode 1984-1993, dengan meregresi antara tingkat proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan (US$ 1 per orang per hari) dengan tingkat pertumbuhan (perubahan pendapatan rata-rata). Hasilnya, signifikan secara statistik dengan koefisien regresi -2,12. Artinya, jika terjadi kenaikan pertumbuhan sebesar 1%, maka proporsi penduduk miskin akan menurun sebesar 2,12%. Kedua, tingkat ketimpangan. Dengan statistik secara langsung, pertumbuhan dapat diharapkan menurunkan kemiskinan jika ketimpangan turun, dibanding jika sebaliknya. Ekspektasi ini dipertegas oleh studi yang dilakukan oleh Bruno, Ravallion dan Squire (1998). Mereka meregresi tingkat perubahan kemiskinan terhadap perubahan pertumbuhan dan perubahan ketimpangan (diukur dengan koefisien Gini) di 20 negara berkembang. Mereka memperoleh koefisien regresi yang signifikan secara statistik, yaitu -2,28 untuk variabel pertumbuhan dan 3,86 untuk variabel ketimpangan. Artinya, perubahan yang kecil pada ketimpangan distribusi pendapatan, dapat mendorong kearah perubahan yang cukup besar timbulnya kemiskinan. Sedangkan untuk tingkat pertumbuhan berapapun, semakin turun ketimpangan, semakin besar terjadinya penurunan dalam kemiskinan.
Temuan di atas juga dipertegas oleh hasil studi Bourguignon (2004). Dengan membandingkan antara negara-negara berpendapatan menengah dengan tingkat ketimpangan yang tinggi (middle income country with high inequality) dan negara-negara berpendapatan rendah dengan tingkat ketimpangan yang sedang (low income country with middle inequality) — namun masing-masing memiliki tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang sama, yaitu rata-rata 3% per tahun — ia menemukan fakta bahwa penurunan angka kemiskinan ternyata lebih cepat terjadi di negara-negara berpendapatan menengah dengan tingkat ketimpangan yang tinggi daripada di negara-negara berpendapatan rendah dengan tingkat ketimpangan yang sedang.
Atas temuan itulah, Bourguignon (2004) selanjutnya menyatakan bahwa strategi pembangunan untuk menurunkan kemiskinan terletak pada hubungan antara pertumbuhan dan distribusi pendapatan, dan bukan pada hubungan antara pertumbuhan dan kemiskinan ataupun antara kemiskinan dan ketimpangan. Melalui konsep “Poverty-Growth-Inequality (PGI) Triangle” yang diperkenalkannya, Bourguignon (2004) merekomendasikan sedikitnya dua strategi untuk mengentaskan kemiskinan: (i) mendorong pertumbuhan tingkat pendapatan aggregat; dan (ii) melakukan perbaikan distribusi pendapatan secara progressif.
Ketiga, pertumbuhan mempunyai dampak yang cukup signifikan terhadap penurunan kemiskinan. Dollar dan Kraay (2002) dengan menggunakan data dari 80 negara berkembang selama kurun waktu 40 tahun, menyimpulkan bahwa “growth is good for the poor”. Mereka mengklaim bahwa:
“(since) average incomes of the poorest fifth of society rise proportionately with average incomes… (economic) growth generally does benefit the poor as much as every one else”.
Lebih jauh Dollar dan Kraay (2002) mengatakan bahwa pertumbuhan akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar bagi si-miskin jika pertumbuhan tersebut disertai dengan berbagai kebijakan seperti penegakan hukum, disiplin fiskal, keterbukaan dalam perdagangan internasional, dan strategi pengentasan kemiskinan. Pendapat ini nampaknya mempertegas pendapat Bigsten dan Levin (2000) sebelumnya yang menyatakan bahwa negara-negara yang berhasil dalam pertumbuhan kemungkinan besar juga akan berhasil dalam menurunkan kemiskinan, apalagi jika terdapat dukungan kebijakan dan lingkungan kelembagaan (institutional environment) yang tepat.
Studi terbaru mengenai hubungan antara pertumbuhan dan kemiskinan dilakukan oleh Adams (2003). Dengan menggunakan data-data terbaru dari 50 negara berpendapatan rendah dan menengah rendah (low income and lower-middle income countries) yang terdiri atas 13 negara di Afrika Sub-Sahara, 4 negara di Asia Timur, 12 negara di Eropa dan Asia Tengah, 10 negara di Amerika Latin, 5 negara di Asia Tenggara, 6 negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, Adams melakukan pengujian dampak pertumbuhan terhadap kemiskinan. Ia menemukan fakta bahwa pertumbuhan secara meyakinkan dapat mengurangi kemiskinan di negara-negara berkembang. Ketika pertumbuhan diukur berdasarkan pendapatan rata-rata (konsumsi), terdapat hubungan yang kuat secara statistik antara pertumbuhan dan penurunan kemiskinan. Elastisitas kemiskinan dalam kaitannya dengan pertumbuhan mencatat angka -2,59. Artinya, secara rata-rata, jika pertumbuhan meningkat sebesar 1%, maka akan mengakibatkan penurunan 2,59% proporsi penduduk yang hidup dalam kemiskinan (US$1 per orang per hari). Bahkan ketika pertumbuhan diukur berdasarkan GDP per kapita, juga masih menunjukkan hubungan (meski tidak kuat) secara statistik antara pertumbuhan dan penurunan kemiskinan.
Sejumlah studi kasus di berbagai negara juga memperlihatkan hasil serupa. Studi yang dilakukan oleh Wodon (1999) di Bangladesh, dengan memakai data panel regional dengan 14 wilayah geografis dan lima titik waktu antara tahun 1983 sampai 1996, menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi tingkat kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Begitu pula studi Demombynes dan Hoogeveen (2004) di Tanzania, juga menemukan bahwa pertumbuhan GDP per kapita yang relatif cepat selama periode 1992-2001, signifikan secara statistik menurunkan kemiskinan. Danielson (2002) di Jamaika, juga menemukan bahwa pertumbuhan per kapita yang berlangsung selama 1988-1998 mempunyai dampak yang besar terhadap penurunan kemiskinan. Ini dimungkinkan, menurut Danielson, sebab selama periode tersebut tidak terjadi peningkatan yang besar dalam ketimpangan.
Dari gambaran di atas, nampak jelas bahwa meskipun terdapat beberapa hasil studi yang meragukan dampak positif pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan, namun beberapa studi terbaru dengan cakupan negara yang lebih luas dan rentang waktu data yang lebih panjang, menunjukkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak yang signifikan terhadap penurunan kemiskinan di negara-negara berkembang.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal:
Pertama, nampaknya tidak ada yang meragukan pentingnya pertumbuhan bagi penurunan kemiskinan. Negara-negara yang secara historis mengalami pertumbuhan yang berlangsung dalam rentang waktu atau periode yang panjang, nampaknya juga mengalami penurunan kemiskinan yang relatif besar. Konsep kemiskinan yang digunakan dalam temuan ini adalah: (i) proporsi penduduk miskin terhadap total populasi, biasanya klas pendapatan terendah dalam populasi (Dollar dan Kraay, 2002; Foster dan Szekely, 2000); (ii) kemiskinan absolut yang diukur berdasarkan tingkat pendapatan, misalnya US$ 1 per orang per hari (Adams, 2003); dan (iii) garis kemiskinan yang dihitung berdasarkan biaya hidup minimum (Ravallion dan Chen, 1997).
Kedua, perubahan distribusional secara progressif akan berdampak positif bagi penurunan kemiskinan. Sulit untuk membantah bahwa pengurangan kemiskinan dapat dicapai melalui kebijakan redistributif (redistributive policies) meskipun tanpa adanya pertumbuhan. Namun pertumbuhan yang disertai dengan perubahan distribusional yang progresif akan mempunyai dampak yang lebih besar terhadap penurunan kemiskinan dibandingkan dengan pertumbuhan tanpa perubahan distribusional. Ravallion (1997), Bourguignon (2004), dan Son dan Kakwani (2003) yang mereview hubungan antara pertumbuhan, ketimpangan, dan kemiskinan, mencatat bahwa dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan hanya terjadi ketika ketimpangan relatif tinggi (high inequality). Hasil ini dapat pula diintrepretasi bahwa untuk tingkat pertumbuhan berapapun, semakin turun ketimpangan, semakin besar terjadinya penurunan dalam kemiskinan.
Ketiga, tidak ada bukti kuat secara empiris yang menunjukkan adanya kecenderungan bahwa pertumbuhan berjalan paralel dengan perbaikan distribusi pendapatan. Dollar dan Kraay (2002) menemukan bahwa, secara rata-rata, pendapatan masyarakat paling miskin (klas kelima dalam populasi) meningkat secara proporsional dengan pendapatan rata-rata. Namun studi lainnya menunjukkan bahwa perubahan dalam pendapatan dan perubahan dalam ketimpangan sama sekali tidak memiliki kaitan, seperti dikemukakan oleh Deininger dan Squire (1996), Ravallion dan Chen (1997), dan Easterly (1999). Menurut mereka, pertumbuhan adalah baik bagi si-miskin, atau setidaknya baik bagi setiap orang yang ada dalam masyarakat.
Keempat, dalam tahun-tahun terakhir, penelitian maupun debat lebih fokus pada seberapa besar manfaat yang diperoleh kaum miskin dari pertumbuhan ekonomi (Ravallion 1998 dan 2001, Ravallion dan Chen 1997, Ravallion dan Datt 2000, dan Quah, 2001). Pada satu titik ekstrim, dinyatakan bahwa manfaat potensial pertumbuhan terhadap kaum miskin berkurang akibat kebijakan distributif yang tidak adil dan peningkatan ketimpangan yang menyertai pertumbuhan tersebut. Pada titik ekstrim yang lain, dikatakan bahwa meskipun ketimpangan meningkat akibat kebijakan ekonomi yang liberal dan pasar yang kian terbuka, namun pendapatan setiap orang dalam masyarakat, termasuk yang miskin, menunjukkan peningkatan, dan bahkan secara proporsional mengurangi timbulnya kemiskinan (Heshmati, 2004).
Kelima, secara pragmatis, beragamnya temuan empiris semua studi di atas telah menimbulkan kesulitan tersendiri dalam merumuskan program dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang tepat dan efektif. Hingga saat ini, kebijakan dan program anti-kemiskinan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi donor (Bank Dunia, USAID, DFID) di negara-negara berkembang, lebih fokus pada upaya mendorong pertumbuhan ekonomi secara luas (broad-based economic growth), daripada mengatasi ketimpangan pendapatan dan asset (Adams, 2003). Ini memberi indikasi bahwa organisasi-organisasi donor masih meyakini keampuhan pertumbuhan ekonomi untuk mereduksi kemiskinan di negara-negara berkembang. Tentu saja, keyakinan ini tidak sepenuhnya benar, apalagi jika kita merujuk pada berbagai hasil studi terbaru yang justru menekankan perlunya melakukan perubahan distribusional secara progresif untuk mengurangi kemiskinan di negara-negara berkembang.
http://bappedarejanglebong.net/?p=174
Revolusi Sektor Jasa
Menurut Philip Kotler, jasa dapat didefinisikan sebagai “Setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikian sesuatu”.
Di Indonesia, industri jasa sangat beragam, bila dikaitkan dengan siapa penyelenggara dari sektor jasa, maka dapat dikelompokkan kedalam empat sektor utama , yaitu :
1. Sektor pemerintah
Seperti kantor pos, kantor pelayanan pajak, kantor polisi, rumah sakit, sekolah, bank pemerintah
2. Sektor nirlaba swasta
Seperti sekolah, universitas, rumah sakit, yayasan
3. Sektor bisnis
Seperti, perbankan, hotel, perusahaan asuransi, konsultan, transportasi,
4. Sektor manufaktur
Seperti akuntan, operator komputer, penasihat hukum, arsitek
Faktor-faktor Yang Mendorong
Perkembangan Sektor Jasa
Biasanya setiap perkembangan bisnis jasa tertentu, terdorong oleh perkembangan faktor-faktor tertentu atau karena perkembangan sektor jasa yang lain. Berikut ini beberapa faktor yang sering menjadi penentu berkembangnya sektor jasa tertentu.
1. Waktu santai yang semakin banyak, atau waktu liburan sekolah dapat memunculkan banyak jenis jasa baru. Misalnya bisnis perjalanan wisata, pusat hiburan dan rekreasi, kursus dan pelatihihan singkat, jasa TV kabel, Rumah produksi Sinetron, tempat peristirahatan, karaoke, pertunjukkan musik.
2. Persentase wanita yg memasuki angkatan kerja semakin besar, dapat memunculkan jenis jasa baru. Misalnya jasa penitipan anak, baby sitter, binatu, restoran siap santap.
3. Tingkat harapan hidup semakin meningkat, dapat memunculkan jenis jasa baru. Misalnya jasa perawatan kesehatan dan konsultasi kesehatan.
4. Produk yang dibutuhkan dan dihasilkan semakin komplek, dapat memunculkan jenis jasa baru. Misalnya Jasa instalasi, pelatihan, konsultasi, reparasi.
5. Adanya peningkatan kompleksitas kehidupan, dapat memunculkan jenis jasa baru. Misalnya jasa pengacara, psikolog, ahli gizi, dokter pribadi, pelatih kebugaran, penasihat finansial.
Karakteristik Jasa
Jasa memiliki sejumlah karakteristik yang membedakannya dari barang, dan berdampak pada cara memasarkannya. Karakteristik tersebut meliputi :
1. Intangibiliity
Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu obyek, alat atau benda maka jasa adalah suatu perbuatan, pengalaman, proses, kinerja (performance). Oleh karena itu jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.
Implikasi bagi konsumen, ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi, dan merasakan resiko yang lebih besar dalam keputusan pembeliannya, karena :
o Terbatasnya search qualities, yakni karakteristik fisik yg bisa dievaluasi sebelum pembelian dilakukan. Untnk barang, konsumen dapat menilai bentuknya, warna, modelnya sebelum membelinya. Namun utk jasa, kualitas apa dan bagaimana yang akan diterima konsumen, umumnya tidak diketahui sebelum jasa tesebut dikonsumsi.
o Jasa biasanya mengandung unsur experience quality, adalah karakteristik yang dapat dinilai setelah pembelian, seperti kualitas, efisiensi dan kesopanan.
o Dan credence quality, adl karakteristik yang sulit dinilai, bahkan setelah pembelian dilakukan. Misal, seseorang sulit menilai peningkatan kemampuan bahasa inggrisnya setelah mengikuti kursus pada periode tetentu.
Intangibiliity /intangibilitas jasa:
Adanya karakteristik Intangibiliity /intangibilitas pada jasa ini menyebabkan konsumen :
o Sulit mengevaluasi berbagai alternatif penawaran jasa
o Mempersepsikan tingkat resiko yang tinggi
o Menekankan pentingnya sumber informasi informal
o Menggunakan harga sebagai dasar penilaian kualitas.
Melihat beberapa kesulitan yang akan dihadapi konsumen tersebut, manajemen perlu segera merespon dengan beberapa kebijakan seperti :
o Mereduksi kompleksitas jasa
Kesulitan dalam memajang jasa dan mendiverensiasikan jasa inovasi jasa sukar dipatenkan
o Penekanan petunjuk fisik (tangible cues)
Memfasilitasi rekomendasi dari mulut ke mulut
o Fokus pada kualitas jasa
Di Indonesia, industri jasa sangat beragam, bila dikaitkan dengan siapa penyelenggara dari sektor jasa, maka dapat dikelompokkan kedalam empat sektor utama , yaitu :
1. Sektor pemerintah
Seperti kantor pos, kantor pelayanan pajak, kantor polisi, rumah sakit, sekolah, bank pemerintah
2. Sektor nirlaba swasta
Seperti sekolah, universitas, rumah sakit, yayasan
3. Sektor bisnis
Seperti, perbankan, hotel, perusahaan asuransi, konsultan, transportasi,
4. Sektor manufaktur
Seperti akuntan, operator komputer, penasihat hukum, arsitek
Faktor-faktor Yang Mendorong
Perkembangan Sektor Jasa
Biasanya setiap perkembangan bisnis jasa tertentu, terdorong oleh perkembangan faktor-faktor tertentu atau karena perkembangan sektor jasa yang lain. Berikut ini beberapa faktor yang sering menjadi penentu berkembangnya sektor jasa tertentu.
1. Waktu santai yang semakin banyak, atau waktu liburan sekolah dapat memunculkan banyak jenis jasa baru. Misalnya bisnis perjalanan wisata, pusat hiburan dan rekreasi, kursus dan pelatihihan singkat, jasa TV kabel, Rumah produksi Sinetron, tempat peristirahatan, karaoke, pertunjukkan musik.
2. Persentase wanita yg memasuki angkatan kerja semakin besar, dapat memunculkan jenis jasa baru. Misalnya jasa penitipan anak, baby sitter, binatu, restoran siap santap.
3. Tingkat harapan hidup semakin meningkat, dapat memunculkan jenis jasa baru. Misalnya jasa perawatan kesehatan dan konsultasi kesehatan.
4. Produk yang dibutuhkan dan dihasilkan semakin komplek, dapat memunculkan jenis jasa baru. Misalnya Jasa instalasi, pelatihan, konsultasi, reparasi.
5. Adanya peningkatan kompleksitas kehidupan, dapat memunculkan jenis jasa baru. Misalnya jasa pengacara, psikolog, ahli gizi, dokter pribadi, pelatih kebugaran, penasihat finansial.
Karakteristik Jasa
Jasa memiliki sejumlah karakteristik yang membedakannya dari barang, dan berdampak pada cara memasarkannya. Karakteristik tersebut meliputi :
1. Intangibiliity
Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu obyek, alat atau benda maka jasa adalah suatu perbuatan, pengalaman, proses, kinerja (performance). Oleh karena itu jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.
Implikasi bagi konsumen, ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi, dan merasakan resiko yang lebih besar dalam keputusan pembeliannya, karena :
o Terbatasnya search qualities, yakni karakteristik fisik yg bisa dievaluasi sebelum pembelian dilakukan. Untnk barang, konsumen dapat menilai bentuknya, warna, modelnya sebelum membelinya. Namun utk jasa, kualitas apa dan bagaimana yang akan diterima konsumen, umumnya tidak diketahui sebelum jasa tesebut dikonsumsi.
o Jasa biasanya mengandung unsur experience quality, adalah karakteristik yang dapat dinilai setelah pembelian, seperti kualitas, efisiensi dan kesopanan.
o Dan credence quality, adl karakteristik yang sulit dinilai, bahkan setelah pembelian dilakukan. Misal, seseorang sulit menilai peningkatan kemampuan bahasa inggrisnya setelah mengikuti kursus pada periode tetentu.
Intangibiliity /intangibilitas jasa:
Adanya karakteristik Intangibiliity /intangibilitas pada jasa ini menyebabkan konsumen :
o Sulit mengevaluasi berbagai alternatif penawaran jasa
o Mempersepsikan tingkat resiko yang tinggi
o Menekankan pentingnya sumber informasi informal
o Menggunakan harga sebagai dasar penilaian kualitas.
Melihat beberapa kesulitan yang akan dihadapi konsumen tersebut, manajemen perlu segera merespon dengan beberapa kebijakan seperti :
o Mereduksi kompleksitas jasa
Kesulitan dalam memajang jasa dan mendiverensiasikan jasa inovasi jasa sukar dipatenkan
o Penekanan petunjuk fisik (tangible cues)
Memfasilitasi rekomendasi dari mulut ke mulut
o Fokus pada kualitas jasa
Jumat, 13 Mei 2011
Pembangunan Daerah
Pengertian Pembangunan
Setiap orang bisa saja mengartikan istilah pembangunan secara berbeda sesuai dengan seleranya sendiri, sehingga pada akhirnya definisi tentang pembangunan pun sedemikian banyak dan berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, kita perlu memastikan terlebih dahulu perspektif inti atas makna dasar pembangunan. Tanpa adanya suatu perspektif dan criteria yang dapat disepakati bersama, kita tidak akan bisa mengetahui negara mana saja yang telah mengalami pembangunan secara pesat dan negara mana yang tidak.Hal ini dimaksudkan agar terdapat satu persepsi yang sama terhadap sesuatu..yang kalau dalam bahasa penelitian ilmiah harus valid dan reliabel..
Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan terjadinya perubahan secara total suatu masyarakat atau penyesuaian system social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok social yang ada didalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, baik secara material maupun spiritual.
Pada umumnya pembangunan nasional banyak Negara-negara sedang berkembang dipusatkan pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, paradigma tradisional mengenai pembangunan cenderung mengidentikkan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi. Dewasa ini, definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah: suatu proses peningkatan output dalam Jangka Panjang. Yang dimaksud dengan proses adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan (growth plus change) dalam: pertama, perubahan struktur ekonomi; dari pertanian ke industri atau jasa. Kedua, perubahan kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri. Artinya pembangunan yang dilaksanakan tidak dilakukan hanya “secepat membalik telapak tangan”, akan tetapi dimulai dari proses yang panjang dan lama, seperti yang kita laksanakan baik melalui RKP (1 tahun), RPJM (5 tahun), dan RKP (25 tahun)..
Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita (GNP riil dibagi dengan jumlah penduduk) dan tidak hanya kenaikan pendapatan nasional riil menyiratkan bahwa perhatian pembangunan bagi negara miskin adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Pendapatan nasional riil (GNP pada tingkat harga konstan) yang meningkat seringkali tidak diikuti dengan perbaikan kualitas hidup masyarakat. Bila pertumbuhan penduduk melebihi atau sama dengan pertumbuhan pendapatan nasional maka pendapatan per kapita bisa menurun atau tidak mengalami perubahan, dan ini jelas tidak dapat disebut bahwa ada pembangunan ekonomi di negara tersebut.
Kurun waktu yang panjang menyiratkan bahwa kenaikan pendapatan per kapita perlu berlangsung terus menerus dan berkelanjutan. Tahapan-tahapan pembangunan, (sebelumnya dikenal dengan istilah Pelita) baru merupakan awal dari proses pembangunan. Tugas yang paling berat adalah menjaga sustainabilitas pembangunan dalam jangka yang lebih panjang.
Yang pasti sudah saatnya Bangsa Indonesia bangkit bersama untuk meraih cita-cita bersama, minimal se level dengan negara tetangga kita seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, bahkan kalau perlu Australia..Tanpa ada komitmen yang jelas dan indikator yang terukur kita akan sulit untuk mensejajarkan diri dengan negara tersebut..
Ekonomi pembangunan selain mengulas soal alokasi sumberdaya yang seefisien mungkin dan pertumbuhan output agregat secara berkesinambungan dari waktu ke waktu, ekonomi pembangunan menitik beratkan pula perhatiannya pada berbagai mekanisme ekonomis, social, dan institusional yang harus diciptakan demi meningkatnya standar hidup penduduk miskin di negara-negara sedang berkembang. Untuk itu, ekonomi pembangunan juga memberikan perhatian besar kepada formulasi kebijakan-kebijakan public yang sebaik-baiknya demi menghadirkan serangkaian transformasi ekonomi, social, dan institusional yang sekiranya dapat berdampak positif terhadap kondisi masyarakat secara keseluruhan dalam waktu yang singkat.
Oleh karena itu, setiap analisis realistis terhadap masalah-masalah pembangunan perlu ditopang dengan variable-variabel, baik itu variable ekonomi maupun non ekonomi sebagai indicator atau tolok ukur keberhasilan. Indikator-indikator kunci pembangunan secara garis besar pada dasarnya dapat dikalsifikasikan menjadi: 1) Indikator Ekonomi, dan 2) indicator Sosial.
Klasifikasi Negara
Dunia ini dibagi atas beberapa kelompok, berdasarkan tingkat kemajuan atau kekayaan suatu negara. Kita mengenal istilah-istilah kelompok negara maju versus negara sedang berkembang, negara kaya versus negara miskin; kelompok utara versus kelompok selatan. Diantara kelompok-kelompok tersebut, masing-masing kelompok diklasifikasikan lagi kedalam kelompok tertentu.
Khusus bagi negara berkembang, sejumlah analisis dalam upayanya untuk menyusun klasifikasi kelompok negara-negara berkembang berdasarkan system klasifikasi baku yang telah disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mencoba membagi semua negara berkembang menjadi tiga golongan besar: yakni negara paling miskin (sekitar 44 negara) yang oleh PBB disebut sebagai negara-negara yang paling terkebelakang (least developed). Sekitar 88 negara yang tergabung dalam kelompok “sedang berkembang” (developing countries) bukan pengekspor minyak, sisanya 13 negara kaya yang merupakan pengekspor minyak anggota OPEC. Tingkat pendapatan nasional negara-negara OPEC ini meningkat dramatis setelah terjadinya lonjakan harga minyak pada tahun 1970-an.
Beberapa analis lebih suka menggunakan klasifikasi yang disusun oleh International Bank for Reconstruction and Development (IRBD), yang lebih dikenal dengan World Bank (Bank Dunia). Bank dunia membagi 132 negara berpenduduk lebih dari 1 juta orang (baik itu negara-negara berkembang maupun negara maju) ke dalam empat kategori pokok sesuai dengan tingkat pendapatan per kapitanya, yakni:
1. Negara-negara yang berpendapatan rendah (low income),
2. Negara-negara yang berpendapatan menengah (middle income),
3. Negara berpendapatan menengah tinggi (upper middle income). Dan
4. Negara yang berpendapatn tinggi (high income).
Golongan yang pertama hingga ketiga meliputi 108 negara, yang kebanyakan merupakan negara-negara dunia ketiga. Kelompok keempat yang paling makmur, sering disebut negara-negara maju atau negara-negara dunia pertama (19 negara).
Usaha klasifikasi terakhir dan paling ambisius dilakukan oleh United Nations Development Program (UNDP), Program pembangunan PBB. Lembaga internasional ini berfokus pada aspek-aspek “pembangunan manusia” yang mencakup pula variable-variabel non-ekonomis seperti usia harapan hidup, tingkat kematian bayi, dan capaian pendidikan, disamping variable-variabel pokok ekonomi seperti angka pendapatan per kapita.
Evolusi Makna Pembangunan
Pada awalnya upaya pembangunan negara berkembang diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan per kapita, atau popular disebut strategi pertumbuhan ekonomi. Semula banyak yang beranggapan bahwa yang membedakan antara negara maju dengan negara berkembang adalah pendapatan masyarakatnya. Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi negara berkembang dapat terpecahkan, misalnya melalui apa yang dikenal dengan istilah “trickle down effect” (efek penetesan kebawah). Indikator berhasil tidaknya pembangunan semata-mata dilihat dari meningkaynya pendapatan nasional (GNP), baik secara keseluruhan maupun per kapita.
Fenomena ini terlihat dari pemikiran-pemikiran seperti teori Arthur Lewis, Rostow, Harrod-Domar, Hircman dan lainnya. Arthur Lewis dalam karyanya The Theory of Economic Growth, menganggap pembangunan ekonomi merupakan kajian pertumbuhan ekonomi. Selama dasawarsa 1950-an, pembangunan diidentikkan sebagai pertumbuhan ekonomi, dan bahasan ekonomi pembangunan sebagai cabang ilmu ekonomi yang relative baru memusatkan perhatian pada factor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi.
Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya mereka sependapat bahwa kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu, strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Diundangnya modal asing nampaknya diilhami oleh kisah sukses rencana Marshall (Marshallian Planning) dalam membantu pembangunan negara Eropa Barat dan Jepang. Adapun industrialisasi yang memusatkan perhatian pada sector-sektor moderen dan padat modal nampaknya tidak dapat dipisahkan dari pengalaman Inggris sebagai negara industri pertama.
Pengalaman pada dasawarsa 1950 dan 1960-an, ketika banyak diantara negara-negara berkembang berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam definisi pembangunan yang dianut selama itu. Semakin lama semakin banyak perumus kebijakan yang meragukan ketepatan dan keampuhan tolok ukur GNP sebagai indicator tunggal atas terciptanya kemakmuran dan criteria kinerja pembangunan. Mereka mulai mempertimbangkan untuk mengubah strategi guna mengatasi secara langsung berbagai masalah mendesak seperti tingkat kemiskinan absolute yang semakin parah, ketimpangan pendapatan yang semakin mencolok, dan tingkat pengangguran yang terus melonjak.
Selama dasawarsa 1970-an, pembangunan ekonomi mengalami redefinisi. Pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran pembangunan, namun lebih memusatkan perhatian pada kualitas dari proses pembangunan.
Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs), pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis (ethnodevelopment), dan beberapa paradigma lainnya.
Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian system social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok social yang ada didalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba “lebih baik”, secara material maupun spiritual.
Bagaimana Mengukur Pembangunan
Pembangunan selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun negative. Oleh karena itu dibutuhkan indicator sebagai tolok ukur terjadinya pembangunan. Berikut ini disajikan beberapa indicator pembangunan, yang secara garis besar dapat di kelompokkan mej adi : 1) indicator ekonomi, dan 2) indicator social.
Variabel yang termasuk sebagai indicator ekonomi adalah:
1. GNP/GDP per Kapita, yaitu GNP/GDP dibagi dengan umlah penduduk. GNP/GDP adalah nilai akhir barang dan jasa yang berhasil diproduksi oleh suatu perekonomian (masyarakat) pada suatu periode waktu tertentu (biasanya satu tahun). Jika GNP/GDP tersebut dibagi dengan jumlah penduduk maka didapatkan GNP/GDP per kapita.
Klasifikasi Negara berdasarkan GNP/GDP atau kelompok pendapatannya dapat saja berubah pada setiap edisi publikasi Bank Dunia. Sebagai contoh, Bank Dunia pada tahun 1995 mengklasifikan Negara berdasarkan tingkatan GNP/GDP per kapita sebagai berikut:
o Negara berpenghasilan rendah, adalah kelompok Negara-negara dengan GNP per kapita kurang atau sama dengan US$ 695.
o Negara berpenghasilan menengah adalah kelompok Negara-negara dengan GNP/GDP per kapita lebih dari US$ 695 namun kurang dari US$ 8.626.
o Negara berpenghasilan tinggi adalah kelompok Negara-negara dengan GNP/GDP per kapita di atas US$ 8.626.
Kelemahan dari indicator ini, tidak memasukkan produksi yang tidak melalui pasar seperti dalam perekonomian subsisten, jasa ibu Rumah Tangga, transaksi barang bekas, kerusakan lingkungan, dan masalah distribusi pendapatan.
2. Growth (pertumbuhan), yaitu perubahan output (GNP/GDP) yang terjadi selama satu kurun waktu tertentu (satu tahun).
Bank Dunia pada tahun 1993 memperkenalkan beberapa sebutan menyangkut pertumbuhan ekonomi Negara-negara di dunia yaitu;
o High Performing Asian Economies (HPAEs), yang diidentifikasi karena memiliki cirri umum yang sama, seperti pertumbuhan ekspor yang cepat. Kelompok HPAEs ini dibagi lagi menurut lamanya catatan sukses mempertahankan pertumbuhan ekonomi, yaitu: Pertama, 4 macan Asia, biasanya diidentikkan dengan Hongkong, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan. Negara-negara ini tingkat pertumbuhan ekonominya amat cepat dan mulai mendekati rangking Negara berpenghasilan tinggi. Kedua, Newly Industrializing Economies (NIEs), meliputi Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Kelompok Negara-negara ini memilki rata-rata pertumbuhan GDP riil sebesar 5,5 per sen per tahun.
o Asia Timur mencakup semua Negara berpenghasilan rendah dan menengah di kawasan Asia Timur dan Tenggara serta Pasifik.
o Asia Selatan mencakup Bangladesh, Bhutan, India, Myanmar, Nepal, Pakistan, dan Srilangka.
o Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara mencakup Negara-negara berpenghasilan menengah di kawasan Eropa (Bulgaria, Yunani, Hungaria, Polandia, Portugal, Rumania, Turki, dan bekas Yugoslavia) dan semua Negara di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah, serta Afganistan.
o Sub-Sahara Afrika meliputi semua Negara di sebelah selatan gurun Sahara termasuk Afrika Selatan.
o Amerika Latin dan Karibia terdiri atas semua Negara Amerika dan KAribia di sebelah Selatan Amerika Serikat.
3. GDP per Kapita dengan Purchasing Power Parity
Perbandingan antar negara berdasarkan GNP/GDP per kapita seringkali menyesatkan. Hal ini disebabkan adanya pengkonversian penghasilan suatu negara ke dalam satu mata uang yang sama (US dollar) dengan kurs resmi. Kurs nominal ini tidak mencerminkan kemampuan relative daya beli mata uang yang berlainan, sehingga kesalahan sering muncul saat dilakukan perbandingan kinerja antarnegara. Oleh karena itu, Purchasing Power Parity (PPP) dianjurkan sebagai Pemerataan Pendapatan.
4. Perubahan Struktur Ekonomi
Mengukur tingkat kemajuan struktur produksi (Pertanian, manufaktur, dan jasa-jasa). Peranan sector pertanian akan menurun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sector-sektor manufaktur dan jasa, yang secara sengaja senantiasa diupayakan agar terus berkembang. Oleh karena itu, strategi pembangunan biasanya berfokus pada upaya untuk menciptakan industrialisasi secara besar-besaran sehingga kadangkala mengorbankan kepentingan pembangunan sector perrtanian dan daerah pedesaan pada umumnya.
5. Kesempatan Kerja
Rendahnya sifat kewirausahaan penduduk di negara-negara berkembang, memaksa pemerintah di negara-negara tersebut untuk menyiapkan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya. Dengan pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diharapkan akan menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lainnya.
6. Pengangguran
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi di negara-negara berkembang, pada akhirnya menjadi bom waktu sekitar 15 sampai dengan 20 tahun kemudian, pada saat mereka masuk sebagai angkatan kerja. Besarnya angkatan kerja yang tersedia di negara-negara berkembang, tidak diikuti dengan penyediaan lapangan kerja buat mereka sehingga menyebabkan angka pengangguran menjadi tinggi. Dengan penciptaan lapangan pekerjaan, baik oleh sector swasta maupun oleh pemerintah, diharapkan angka pengangguran yang relative tinggi dinegara berkembang akan mengalami penurunan.
Adapun beberapa variable yang termasuk dalam indicator social adalah:
1. Indeks Mutu Hidup (IMH) merupakan indeks gabungan dari 1) Harapan hidup pada usia 1 tahun, angka kematian, dan tingkat melek huruf. Untuk masing-masing indicator, kinerja ekonomi suatu negara dinyatakan dalam skala 1 hingga 100, dimana 1 merupakan kinerja terjelek, sedangkan 100 adalah kinerja terbaik.
2. Human Development Index (HDI), mencoba merangking semua negara dalam skala 0 (sebagai tingkatan pembangunan manusia yang terendah) hingga 1 (Pembangunan manusia yang tertinggi) berdasarkan atas 3 tujuan atau produk pembangunan, yaitu: 1) Tingkat Harapan Hidup, 2) Pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga), dan 3) Penghasilan yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan, yaitu disesuaikan menurut daya beli mata uang masing-masing negara dan asumsi menurunnya utilitas marginal penghasilan dengan cepat.
Indikator kunci pembangunan social ekonomi lainnya versi United Nations Research Institute on Social Development (UNRISD) yang dikeluarkan pada tahun 1970, terdiri atas 7 indikator ekonomi dan 9 indikator social, masing-masing:
1. Harapan Hidup
2. Persentase penduduk di daerah sebanyak 20.000 atau lebih
3. konsumsi protein hewani per kapita per hari
4. Kombinasi tingkat pendidikan dasar dan menengah
5. Rasio pendidikan luar sekolah
6. Rata-rata jumlah orang per kamar
7. Sirkulasi surat kabar per 1000 penduduk
8. Persentase penduduk usia kerja dengan listrik, gas, air dan sebagainya
9. Produksi pertanian per pekerja pria di sector pertanian
10. Persentase tenaga kerja pria dewasa di pertanian
11. Konsumsi listrik, kw per kapita
12. Konsumsi baja, kg per kapita
13. konsumsi energi, ekuivalen kg batu bara per kapita
14. Persentase sector manufaktur dalam GDP
15. Perdagangan laur negeri per kapita
16. Persentase penerima gaji dan upah terhadap angkatan kerja.
Beberapa indikator yang selama ini dipergunakan Indonesia, antara lain:
· Laju Peningkatan Pendapatan
· Laju Penurunan Jumlah Kecamatan Miskin
· Laju Penurunan ketimpangan penerimaan pendapatan
· Laju penurunan kesenjangan harapan hidup
· Laju pengurangan angka kematian bayi
· Laju pengurangan melek huruf
· Laju penurunan pertumbuhan penduduk
·
Komponen Dasar Pembangunan
Dua dasawarsa terakhir dari abad kedua puluh menyaksikan kemajuan besar di berbagai belahan dunia. Namun pada dasawarsa yang terakhir jpula dapat disaksikan kemandekan dan kemunduran, bahkan di negara yang sebelumnya telah mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi pun mengalami hal yang sama. Jurang perbedaan serta kemunduran tajam ini banyak mengajarkan kepada kita tentang apa saja yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa ahli pembangunan, diantaranya adalah Prof. Goulet mengatakan bahwa setidaknya ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen dasar tersebut adalah kecukupan (sustenance), jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom). Ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus dicapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman.
1. Kecukupan, Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Kecukupan disini bukan hanya menyangkut makanan, melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik.
Semua orang pasti punya kebutuhan dasar. Apa yang disebut sebagai kebutuhan dasar adalah segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu saja dari sekian banyak kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka muncullah kondisi “keterbelakangan absolute”. Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari segala kesengsaraan dan ketidak berdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan.Atas dasar itulah kita bisa menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan.
2. Jati diri, menjadi manusia seutuhnya adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan seterusnya. Pencarian jati diri bukan suatu urusan yang sepele, karena jati diri itu sendiri bukan hal yang sepele. Sekali jati diri kita hilang, maka kita akan kehilangan segala-galanya.
3. Kebebasan dari sikap menghamba, adalah konsep kemerdekaan manusia. Kebebasan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini.
Kebebasan di sini juga harus diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-ajaran yang dogmatis. Jika kita memiliki kebebsan itu berarti untuk selamanya kita mampu berpikir jernih dan menilai segala sesuatu atas dasar keyakinan, pikiran sehat, dan hati nurani kita sendiri.
Kebebasan juga meliputi kemampuan individual atau masyarakat untuk memilih satu atau sebagian dari sekian banyak pilihan yang tersedia. Dengan adanya kebebasan, kita tidak semata-mata dipilih, melainkan kitalah yang akan memilih.
Kesimpulan dari ketiga komponen dasar pembangunan seperti yang telah diuraikan sebelumnya yaitu bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin, melalui serangkaian kombinasi proses social, ekonomi dan institusional, demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. ere is a will (MAU), there is a way
Setiap orang bisa saja mengartikan istilah pembangunan secara berbeda sesuai dengan seleranya sendiri, sehingga pada akhirnya definisi tentang pembangunan pun sedemikian banyak dan berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, kita perlu memastikan terlebih dahulu perspektif inti atas makna dasar pembangunan. Tanpa adanya suatu perspektif dan criteria yang dapat disepakati bersama, kita tidak akan bisa mengetahui negara mana saja yang telah mengalami pembangunan secara pesat dan negara mana yang tidak.Hal ini dimaksudkan agar terdapat satu persepsi yang sama terhadap sesuatu..yang kalau dalam bahasa penelitian ilmiah harus valid dan reliabel..
Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan terjadinya perubahan secara total suatu masyarakat atau penyesuaian system social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok social yang ada didalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, baik secara material maupun spiritual.
Pada umumnya pembangunan nasional banyak Negara-negara sedang berkembang dipusatkan pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, paradigma tradisional mengenai pembangunan cenderung mengidentikkan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi. Dewasa ini, definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah: suatu proses peningkatan output dalam Jangka Panjang. Yang dimaksud dengan proses adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan (growth plus change) dalam: pertama, perubahan struktur ekonomi; dari pertanian ke industri atau jasa. Kedua, perubahan kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri. Artinya pembangunan yang dilaksanakan tidak dilakukan hanya “secepat membalik telapak tangan”, akan tetapi dimulai dari proses yang panjang dan lama, seperti yang kita laksanakan baik melalui RKP (1 tahun), RPJM (5 tahun), dan RKP (25 tahun)..
Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita (GNP riil dibagi dengan jumlah penduduk) dan tidak hanya kenaikan pendapatan nasional riil menyiratkan bahwa perhatian pembangunan bagi negara miskin adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Pendapatan nasional riil (GNP pada tingkat harga konstan) yang meningkat seringkali tidak diikuti dengan perbaikan kualitas hidup masyarakat. Bila pertumbuhan penduduk melebihi atau sama dengan pertumbuhan pendapatan nasional maka pendapatan per kapita bisa menurun atau tidak mengalami perubahan, dan ini jelas tidak dapat disebut bahwa ada pembangunan ekonomi di negara tersebut.
Kurun waktu yang panjang menyiratkan bahwa kenaikan pendapatan per kapita perlu berlangsung terus menerus dan berkelanjutan. Tahapan-tahapan pembangunan, (sebelumnya dikenal dengan istilah Pelita) baru merupakan awal dari proses pembangunan. Tugas yang paling berat adalah menjaga sustainabilitas pembangunan dalam jangka yang lebih panjang.
Yang pasti sudah saatnya Bangsa Indonesia bangkit bersama untuk meraih cita-cita bersama, minimal se level dengan negara tetangga kita seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, bahkan kalau perlu Australia..Tanpa ada komitmen yang jelas dan indikator yang terukur kita akan sulit untuk mensejajarkan diri dengan negara tersebut..
Ekonomi pembangunan selain mengulas soal alokasi sumberdaya yang seefisien mungkin dan pertumbuhan output agregat secara berkesinambungan dari waktu ke waktu, ekonomi pembangunan menitik beratkan pula perhatiannya pada berbagai mekanisme ekonomis, social, dan institusional yang harus diciptakan demi meningkatnya standar hidup penduduk miskin di negara-negara sedang berkembang. Untuk itu, ekonomi pembangunan juga memberikan perhatian besar kepada formulasi kebijakan-kebijakan public yang sebaik-baiknya demi menghadirkan serangkaian transformasi ekonomi, social, dan institusional yang sekiranya dapat berdampak positif terhadap kondisi masyarakat secara keseluruhan dalam waktu yang singkat.
Oleh karena itu, setiap analisis realistis terhadap masalah-masalah pembangunan perlu ditopang dengan variable-variabel, baik itu variable ekonomi maupun non ekonomi sebagai indicator atau tolok ukur keberhasilan. Indikator-indikator kunci pembangunan secara garis besar pada dasarnya dapat dikalsifikasikan menjadi: 1) Indikator Ekonomi, dan 2) indicator Sosial.
Klasifikasi Negara
Dunia ini dibagi atas beberapa kelompok, berdasarkan tingkat kemajuan atau kekayaan suatu negara. Kita mengenal istilah-istilah kelompok negara maju versus negara sedang berkembang, negara kaya versus negara miskin; kelompok utara versus kelompok selatan. Diantara kelompok-kelompok tersebut, masing-masing kelompok diklasifikasikan lagi kedalam kelompok tertentu.
Khusus bagi negara berkembang, sejumlah analisis dalam upayanya untuk menyusun klasifikasi kelompok negara-negara berkembang berdasarkan system klasifikasi baku yang telah disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mencoba membagi semua negara berkembang menjadi tiga golongan besar: yakni negara paling miskin (sekitar 44 negara) yang oleh PBB disebut sebagai negara-negara yang paling terkebelakang (least developed). Sekitar 88 negara yang tergabung dalam kelompok “sedang berkembang” (developing countries) bukan pengekspor minyak, sisanya 13 negara kaya yang merupakan pengekspor minyak anggota OPEC. Tingkat pendapatan nasional negara-negara OPEC ini meningkat dramatis setelah terjadinya lonjakan harga minyak pada tahun 1970-an.
Beberapa analis lebih suka menggunakan klasifikasi yang disusun oleh International Bank for Reconstruction and Development (IRBD), yang lebih dikenal dengan World Bank (Bank Dunia). Bank dunia membagi 132 negara berpenduduk lebih dari 1 juta orang (baik itu negara-negara berkembang maupun negara maju) ke dalam empat kategori pokok sesuai dengan tingkat pendapatan per kapitanya, yakni:
1. Negara-negara yang berpendapatan rendah (low income),
2. Negara-negara yang berpendapatan menengah (middle income),
3. Negara berpendapatan menengah tinggi (upper middle income). Dan
4. Negara yang berpendapatn tinggi (high income).
Golongan yang pertama hingga ketiga meliputi 108 negara, yang kebanyakan merupakan negara-negara dunia ketiga. Kelompok keempat yang paling makmur, sering disebut negara-negara maju atau negara-negara dunia pertama (19 negara).
Usaha klasifikasi terakhir dan paling ambisius dilakukan oleh United Nations Development Program (UNDP), Program pembangunan PBB. Lembaga internasional ini berfokus pada aspek-aspek “pembangunan manusia” yang mencakup pula variable-variabel non-ekonomis seperti usia harapan hidup, tingkat kematian bayi, dan capaian pendidikan, disamping variable-variabel pokok ekonomi seperti angka pendapatan per kapita.
Evolusi Makna Pembangunan
Pada awalnya upaya pembangunan negara berkembang diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan per kapita, atau popular disebut strategi pertumbuhan ekonomi. Semula banyak yang beranggapan bahwa yang membedakan antara negara maju dengan negara berkembang adalah pendapatan masyarakatnya. Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi negara berkembang dapat terpecahkan, misalnya melalui apa yang dikenal dengan istilah “trickle down effect” (efek penetesan kebawah). Indikator berhasil tidaknya pembangunan semata-mata dilihat dari meningkaynya pendapatan nasional (GNP), baik secara keseluruhan maupun per kapita.
Fenomena ini terlihat dari pemikiran-pemikiran seperti teori Arthur Lewis, Rostow, Harrod-Domar, Hircman dan lainnya. Arthur Lewis dalam karyanya The Theory of Economic Growth, menganggap pembangunan ekonomi merupakan kajian pertumbuhan ekonomi. Selama dasawarsa 1950-an, pembangunan diidentikkan sebagai pertumbuhan ekonomi, dan bahasan ekonomi pembangunan sebagai cabang ilmu ekonomi yang relative baru memusatkan perhatian pada factor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi.
Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya mereka sependapat bahwa kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu, strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Diundangnya modal asing nampaknya diilhami oleh kisah sukses rencana Marshall (Marshallian Planning) dalam membantu pembangunan negara Eropa Barat dan Jepang. Adapun industrialisasi yang memusatkan perhatian pada sector-sektor moderen dan padat modal nampaknya tidak dapat dipisahkan dari pengalaman Inggris sebagai negara industri pertama.
Pengalaman pada dasawarsa 1950 dan 1960-an, ketika banyak diantara negara-negara berkembang berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam definisi pembangunan yang dianut selama itu. Semakin lama semakin banyak perumus kebijakan yang meragukan ketepatan dan keampuhan tolok ukur GNP sebagai indicator tunggal atas terciptanya kemakmuran dan criteria kinerja pembangunan. Mereka mulai mempertimbangkan untuk mengubah strategi guna mengatasi secara langsung berbagai masalah mendesak seperti tingkat kemiskinan absolute yang semakin parah, ketimpangan pendapatan yang semakin mencolok, dan tingkat pengangguran yang terus melonjak.
Selama dasawarsa 1970-an, pembangunan ekonomi mengalami redefinisi. Pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran pembangunan, namun lebih memusatkan perhatian pada kualitas dari proses pembangunan.
Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs), pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis (ethnodevelopment), dan beberapa paradigma lainnya.
Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian system social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok social yang ada didalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba “lebih baik”, secara material maupun spiritual.
Bagaimana Mengukur Pembangunan
Pembangunan selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun negative. Oleh karena itu dibutuhkan indicator sebagai tolok ukur terjadinya pembangunan. Berikut ini disajikan beberapa indicator pembangunan, yang secara garis besar dapat di kelompokkan mej adi : 1) indicator ekonomi, dan 2) indicator social.
Variabel yang termasuk sebagai indicator ekonomi adalah:
1. GNP/GDP per Kapita, yaitu GNP/GDP dibagi dengan umlah penduduk. GNP/GDP adalah nilai akhir barang dan jasa yang berhasil diproduksi oleh suatu perekonomian (masyarakat) pada suatu periode waktu tertentu (biasanya satu tahun). Jika GNP/GDP tersebut dibagi dengan jumlah penduduk maka didapatkan GNP/GDP per kapita.
Klasifikasi Negara berdasarkan GNP/GDP atau kelompok pendapatannya dapat saja berubah pada setiap edisi publikasi Bank Dunia. Sebagai contoh, Bank Dunia pada tahun 1995 mengklasifikan Negara berdasarkan tingkatan GNP/GDP per kapita sebagai berikut:
o Negara berpenghasilan rendah, adalah kelompok Negara-negara dengan GNP per kapita kurang atau sama dengan US$ 695.
o Negara berpenghasilan menengah adalah kelompok Negara-negara dengan GNP/GDP per kapita lebih dari US$ 695 namun kurang dari US$ 8.626.
o Negara berpenghasilan tinggi adalah kelompok Negara-negara dengan GNP/GDP per kapita di atas US$ 8.626.
Kelemahan dari indicator ini, tidak memasukkan produksi yang tidak melalui pasar seperti dalam perekonomian subsisten, jasa ibu Rumah Tangga, transaksi barang bekas, kerusakan lingkungan, dan masalah distribusi pendapatan.
2. Growth (pertumbuhan), yaitu perubahan output (GNP/GDP) yang terjadi selama satu kurun waktu tertentu (satu tahun).
Bank Dunia pada tahun 1993 memperkenalkan beberapa sebutan menyangkut pertumbuhan ekonomi Negara-negara di dunia yaitu;
o High Performing Asian Economies (HPAEs), yang diidentifikasi karena memiliki cirri umum yang sama, seperti pertumbuhan ekspor yang cepat. Kelompok HPAEs ini dibagi lagi menurut lamanya catatan sukses mempertahankan pertumbuhan ekonomi, yaitu: Pertama, 4 macan Asia, biasanya diidentikkan dengan Hongkong, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan. Negara-negara ini tingkat pertumbuhan ekonominya amat cepat dan mulai mendekati rangking Negara berpenghasilan tinggi. Kedua, Newly Industrializing Economies (NIEs), meliputi Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Kelompok Negara-negara ini memilki rata-rata pertumbuhan GDP riil sebesar 5,5 per sen per tahun.
o Asia Timur mencakup semua Negara berpenghasilan rendah dan menengah di kawasan Asia Timur dan Tenggara serta Pasifik.
o Asia Selatan mencakup Bangladesh, Bhutan, India, Myanmar, Nepal, Pakistan, dan Srilangka.
o Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara mencakup Negara-negara berpenghasilan menengah di kawasan Eropa (Bulgaria, Yunani, Hungaria, Polandia, Portugal, Rumania, Turki, dan bekas Yugoslavia) dan semua Negara di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah, serta Afganistan.
o Sub-Sahara Afrika meliputi semua Negara di sebelah selatan gurun Sahara termasuk Afrika Selatan.
o Amerika Latin dan Karibia terdiri atas semua Negara Amerika dan KAribia di sebelah Selatan Amerika Serikat.
3. GDP per Kapita dengan Purchasing Power Parity
Perbandingan antar negara berdasarkan GNP/GDP per kapita seringkali menyesatkan. Hal ini disebabkan adanya pengkonversian penghasilan suatu negara ke dalam satu mata uang yang sama (US dollar) dengan kurs resmi. Kurs nominal ini tidak mencerminkan kemampuan relative daya beli mata uang yang berlainan, sehingga kesalahan sering muncul saat dilakukan perbandingan kinerja antarnegara. Oleh karena itu, Purchasing Power Parity (PPP) dianjurkan sebagai Pemerataan Pendapatan.
4. Perubahan Struktur Ekonomi
Mengukur tingkat kemajuan struktur produksi (Pertanian, manufaktur, dan jasa-jasa). Peranan sector pertanian akan menurun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sector-sektor manufaktur dan jasa, yang secara sengaja senantiasa diupayakan agar terus berkembang. Oleh karena itu, strategi pembangunan biasanya berfokus pada upaya untuk menciptakan industrialisasi secara besar-besaran sehingga kadangkala mengorbankan kepentingan pembangunan sector perrtanian dan daerah pedesaan pada umumnya.
5. Kesempatan Kerja
Rendahnya sifat kewirausahaan penduduk di negara-negara berkembang, memaksa pemerintah di negara-negara tersebut untuk menyiapkan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya. Dengan pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diharapkan akan menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lainnya.
6. Pengangguran
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi di negara-negara berkembang, pada akhirnya menjadi bom waktu sekitar 15 sampai dengan 20 tahun kemudian, pada saat mereka masuk sebagai angkatan kerja. Besarnya angkatan kerja yang tersedia di negara-negara berkembang, tidak diikuti dengan penyediaan lapangan kerja buat mereka sehingga menyebabkan angka pengangguran menjadi tinggi. Dengan penciptaan lapangan pekerjaan, baik oleh sector swasta maupun oleh pemerintah, diharapkan angka pengangguran yang relative tinggi dinegara berkembang akan mengalami penurunan.
Adapun beberapa variable yang termasuk dalam indicator social adalah:
1. Indeks Mutu Hidup (IMH) merupakan indeks gabungan dari 1) Harapan hidup pada usia 1 tahun, angka kematian, dan tingkat melek huruf. Untuk masing-masing indicator, kinerja ekonomi suatu negara dinyatakan dalam skala 1 hingga 100, dimana 1 merupakan kinerja terjelek, sedangkan 100 adalah kinerja terbaik.
2. Human Development Index (HDI), mencoba merangking semua negara dalam skala 0 (sebagai tingkatan pembangunan manusia yang terendah) hingga 1 (Pembangunan manusia yang tertinggi) berdasarkan atas 3 tujuan atau produk pembangunan, yaitu: 1) Tingkat Harapan Hidup, 2) Pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga), dan 3) Penghasilan yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan, yaitu disesuaikan menurut daya beli mata uang masing-masing negara dan asumsi menurunnya utilitas marginal penghasilan dengan cepat.
Indikator kunci pembangunan social ekonomi lainnya versi United Nations Research Institute on Social Development (UNRISD) yang dikeluarkan pada tahun 1970, terdiri atas 7 indikator ekonomi dan 9 indikator social, masing-masing:
1. Harapan Hidup
2. Persentase penduduk di daerah sebanyak 20.000 atau lebih
3. konsumsi protein hewani per kapita per hari
4. Kombinasi tingkat pendidikan dasar dan menengah
5. Rasio pendidikan luar sekolah
6. Rata-rata jumlah orang per kamar
7. Sirkulasi surat kabar per 1000 penduduk
8. Persentase penduduk usia kerja dengan listrik, gas, air dan sebagainya
9. Produksi pertanian per pekerja pria di sector pertanian
10. Persentase tenaga kerja pria dewasa di pertanian
11. Konsumsi listrik, kw per kapita
12. Konsumsi baja, kg per kapita
13. konsumsi energi, ekuivalen kg batu bara per kapita
14. Persentase sector manufaktur dalam GDP
15. Perdagangan laur negeri per kapita
16. Persentase penerima gaji dan upah terhadap angkatan kerja.
Beberapa indikator yang selama ini dipergunakan Indonesia, antara lain:
· Laju Peningkatan Pendapatan
· Laju Penurunan Jumlah Kecamatan Miskin
· Laju Penurunan ketimpangan penerimaan pendapatan
· Laju penurunan kesenjangan harapan hidup
· Laju pengurangan angka kematian bayi
· Laju pengurangan melek huruf
· Laju penurunan pertumbuhan penduduk
·
Komponen Dasar Pembangunan
Dua dasawarsa terakhir dari abad kedua puluh menyaksikan kemajuan besar di berbagai belahan dunia. Namun pada dasawarsa yang terakhir jpula dapat disaksikan kemandekan dan kemunduran, bahkan di negara yang sebelumnya telah mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi pun mengalami hal yang sama. Jurang perbedaan serta kemunduran tajam ini banyak mengajarkan kepada kita tentang apa saja yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa ahli pembangunan, diantaranya adalah Prof. Goulet mengatakan bahwa setidaknya ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen dasar tersebut adalah kecukupan (sustenance), jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom). Ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus dicapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman.
1. Kecukupan, Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Kecukupan disini bukan hanya menyangkut makanan, melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik.
Semua orang pasti punya kebutuhan dasar. Apa yang disebut sebagai kebutuhan dasar adalah segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu saja dari sekian banyak kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka muncullah kondisi “keterbelakangan absolute”. Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari segala kesengsaraan dan ketidak berdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan.Atas dasar itulah kita bisa menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan.
2. Jati diri, menjadi manusia seutuhnya adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan seterusnya. Pencarian jati diri bukan suatu urusan yang sepele, karena jati diri itu sendiri bukan hal yang sepele. Sekali jati diri kita hilang, maka kita akan kehilangan segala-galanya.
3. Kebebasan dari sikap menghamba, adalah konsep kemerdekaan manusia. Kebebasan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini.
Kebebasan di sini juga harus diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-ajaran yang dogmatis. Jika kita memiliki kebebsan itu berarti untuk selamanya kita mampu berpikir jernih dan menilai segala sesuatu atas dasar keyakinan, pikiran sehat, dan hati nurani kita sendiri.
Kebebasan juga meliputi kemampuan individual atau masyarakat untuk memilih satu atau sebagian dari sekian banyak pilihan yang tersedia. Dengan adanya kebebasan, kita tidak semata-mata dipilih, melainkan kitalah yang akan memilih.
Kesimpulan dari ketiga komponen dasar pembangunan seperti yang telah diuraikan sebelumnya yaitu bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin, melalui serangkaian kombinasi proses social, ekonomi dan institusional, demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. ere is a will (MAU), there is a way
Transformasi industri
Masyarakat Indonesia sudah jenuh dengan tawaran produk dan industri telekomunikasi yang itu-itu saja. Hampir semua provider menghadirkan layanan yang serupa, mulai dan voice, sms, layanan data, mng dan lainnya. Padahal masyarakat membutuhkan layanan lain yang lebih inovatif.
Salah satu kesempatan industri telekomunikasi untuk mengembangkan inovasinya adalah melalui penyediaan, multiple sim card. Itu karena, menurutnya, akan memberi kesempatan lebih besar dan memberi optimisme kepada industri telekomunkasi untuk memasuki babak baru, yaitu babak pelayanan broadband base service (BBS).
Pada era BBS mi segmentasi pasar tidak lagi menjadi mass market, namun akan fokus pada spesific mar-ket. Karena Indonesia tidak seperti Singapura yang hanya satu pulau, maka komunitas dan segmentasinya jauh lebih luas. "Kita harus mengetahui betul apa spe-Sffik tuntutan, spesifik permintaan di suatu daerah dan spesifik di komunitas, tuturnya.
Melihat dari strategi transformasi teknologi & industri, maka program penguasaan dan teknologi pada tahap awal (tahap pertama, kedua, ketiga) lebih dititik beratkan pada aspek pengalihan dan penguasaan teknologi di industri, dengan dukungan laboratorium-laboratorium penunjang yang selama ini dikoordinasikan di bawah puspiptek. selanjutnya, pada tahap keempat (penelitian dasar) dari strategi transformasi itu yang pelaksanaannya dapat dilakukan di laboratorium-laboratorium puspiptek dapat dikaitkan dengan lembaga litbang lainnya.
Pengembangan teknologi lebih mengarah kepada technology push, dimana penguasaan iptek didasarkan atas kegiatan penelitian karena rasa ingin tahu lebih banyak dan bagaimana pengembangan selanjutnya, tanpa atau sedikit mempertimbangkan aspek kebutuhan pasarnya.
Dewan riset nasional anggotanya terdiri dari para pakar dan Manajer litbang, sejak berdirinya dewan tersebut telah Menghasilkan apa yang disebut dengan program utama nasional Riset dan ternologi (punas rister) yang meliputi :
(1). Program utama kebutuhan dasar manusia;
(2). Program utama sumberdaya alam dan energi;
(3). Program utama industri;
(4). Program utama pertahanan dan keamanan;
(5). Program utama sosial, ekonomi, budaya, falsafah, hukum, dan perundang undangan.
Sumber : www.leapidea.com
www.republika.co.id
Salah satu kesempatan industri telekomunikasi untuk mengembangkan inovasinya adalah melalui penyediaan, multiple sim card. Itu karena, menurutnya, akan memberi kesempatan lebih besar dan memberi optimisme kepada industri telekomunkasi untuk memasuki babak baru, yaitu babak pelayanan broadband base service (BBS).
Pada era BBS mi segmentasi pasar tidak lagi menjadi mass market, namun akan fokus pada spesific mar-ket. Karena Indonesia tidak seperti Singapura yang hanya satu pulau, maka komunitas dan segmentasinya jauh lebih luas. "Kita harus mengetahui betul apa spe-Sffik tuntutan, spesifik permintaan di suatu daerah dan spesifik di komunitas, tuturnya.
Melihat dari strategi transformasi teknologi & industri, maka program penguasaan dan teknologi pada tahap awal (tahap pertama, kedua, ketiga) lebih dititik beratkan pada aspek pengalihan dan penguasaan teknologi di industri, dengan dukungan laboratorium-laboratorium penunjang yang selama ini dikoordinasikan di bawah puspiptek. selanjutnya, pada tahap keempat (penelitian dasar) dari strategi transformasi itu yang pelaksanaannya dapat dilakukan di laboratorium-laboratorium puspiptek dapat dikaitkan dengan lembaga litbang lainnya.
Pengembangan teknologi lebih mengarah kepada technology push, dimana penguasaan iptek didasarkan atas kegiatan penelitian karena rasa ingin tahu lebih banyak dan bagaimana pengembangan selanjutnya, tanpa atau sedikit mempertimbangkan aspek kebutuhan pasarnya.
Dewan riset nasional anggotanya terdiri dari para pakar dan Manajer litbang, sejak berdirinya dewan tersebut telah Menghasilkan apa yang disebut dengan program utama nasional Riset dan ternologi (punas rister) yang meliputi :
(1). Program utama kebutuhan dasar manusia;
(2). Program utama sumberdaya alam dan energi;
(3). Program utama industri;
(4). Program utama pertahanan dan keamanan;
(5). Program utama sosial, ekonomi, budaya, falsafah, hukum, dan perundang undangan.
Sumber : www.leapidea.com
www.republika.co.id
Tugas tentang: Uang & Pembiayaan Pembangunan
Uang dan Pembiayaan Pembangunan
Seperti yang kita ketahui bahwa fungsi uang sangat penting dalam kehidupan manusia. Mengingat pentingnya uang dalam kehidupan, semua orang mau mengorbankan tenaga dan pikiran untuk memperoleh uang tersebut. Uang bagi pemerintah diperlukan dalam rangka melaksanakan kegiatan ekonomi dan transaksi dengan negara lain.
Uang sebagai alat pembayaran, dalam hal peredarannya juga perlu dikendalikan. Mengingat peredaran uang yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya inflasi dikarenakan jumlah yang beredar terlalu banyak sehingga keadaan seperti itu membuat harga barang-barang secara umum mengalami kenaikan oleh karena itu perlu dikendalikan.
Pada kali ini saya akan membahas tentang Uang dan Pembiayaan Pembangunan.
A. Uang
1. Pengertian dan Klasifikasi Uang
Uang diciptakan sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan dalam melakukan transaksi dengan cara barter, seperti halnya kegiatan transaksi yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu.
Menurut D.H. Robertson seperti yang dikutip Winardi (2000:226) bahwa “uang adalah segala sesuatu yang umum diterima sebagai pembayaran untuk benda-benda, atau untuk melunasi kewajiban-kewajiban lain dalam dunia usaha”. Pengertian uang dari D.H. Robertson tampaknya kepada bentuk uang itu sendiri.
Dalam kamus ekonomi, uang didefinisikan sebagai alat tukar atau alat standar mengukur nilai yang sah, yang dikeluarkan pemerintah di setiap negara, berupa kertas dan logam yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu.
Dari dua pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa uang adalah segala sesuatu yang mendapatkan pengakuan secara umum dan dapat dijadikan alat pembayaran yang sah atas suatu transaksi.
Secara teoritis uang dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan utama, yaitu uang dalam arti sempit (narrow money) dan uang dalam arti luas (broad money). Uang dalam arti sempit terbagi atas uang kartal dan uang giral. Uang kartal adalah uang resmi atau alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan oleh bank sentral (Bank Indonesia) berupa uang kertas dan uang logam yang biasa digunakan masyarakat dalam kegiatan ekonomi sehari-hari. Dan uang giral (demand deposits) adalah dana simpanan dari masyarakat pada lembaga keuangan bank berupa rekening giro.
2. Fungsi Uang
Uang memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Alat tukar
Sebagai alat tukar uang dapat digunakan untuk memudahkan transaksi antara penjual dan pembeli. Dengan adanya uang, proses transaksi akan berjalan lancar. Barang apapun yang diinginkan oleh manusia bisa didapatkan dengan cara manukarnya dengan sejumlah uang.
b. Alat pengukur nilai
Kesulitan utama orang terdahulu dalam melakukan transaksi adalah menilai satu barang dengan barang lainnya. Dengan adanya uang hal tersebut tidak terjadi lagi, sebab uang berfungsi sebagai alat untuk mengukur nilai suatu barang, misalnya ketika si pembeli ingin mengetahui nilai atau harga suatu tas maka si penjual dapat menyebutkan nilai atau harga tas tersebut. Oleh karena itu, uang dalam fungsi ini telah mampu mengukur suatu barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen.
c. Alat penimbun kekayaan
Bagi golongan tertentu uang lebih popular digunakan sebagai alat untuk menimbun kekayaan, bahkan orang merasa kaya dan merasa cukup apabila memiliki sejumlah uang di salah satu bank dengan jumlah nominal yang besar.
Oleh karena uang memiliki fungsi yang penting dalam perekonomian maka uang harus memiliki syarat sebagai berikut :
a. Dapat diterima secara umum (acceptability)
Uang sebagai alat tukar harus dapat diterima dan diketahui secara umum, bukan saja dinegaranya akan tetapi di semua negara. Bila uang tidak diterima secara umum maka tidak dapat digunakan sebagai alat tukar.
b. Tahan lama atau tidak mudah rusak (durability)
Syarat ini berhubungan erat dengan bahan dasar uang, oleh karena itu uang sebagai alat tukar dalam perekonomian haruslah tahan lama dan tidak mudah sobek.
c. Ringan dan mudah dibawa (protability)
Uang harus ringan dan mudah dibawa agar lebih memudahkan orang untuk melakukan transaksi kapan dan dimana saja.
d. Nominalnya harus dapat di pecah-pecah
Uang harus dapat di pecah-pecah, artinya uang jangan hanya dibuat pecahan besar saja seperti uang Rp 100.000,- tetapi juga dibuat pecahan kecilnya. Hal ini akan mempermudah dalam melakukan transaksi kecil, misalnya membeli makanan kecil, minuman, beras, dsb.
e. Tidak mudah dipalsukan
Uang sebagai standar pembayaran suatu negara dan masyarakat di dalamnya harus terjaga dari adanya upaya pemalsuan uang, dan ini terkait dengan masalah pemilihan bahan dasar uang. Untuk mengatasi hal tersebut selain mencari bahan dasar uang yang tidak mudah dipalsukan, pemerintah telah melakukan sosialisasi cara pengenalan uang asli dan uang palsu melalui cara 3D (dilihat, diraba dan diterawang). Biasanya uang yang sering dipalsukan adalah uang kertas.
B. Pembiayaan Pembangunan
Seperti yang kita ketahui setiap negara pasti terus menerus melakukan pembangunan guna mencapai negara yang lebih sejahtera dan maju, pembangunan dilakukan juga oleh Indonesia selaku negara yang sedang berkembang. Adapun sumber pembiayaan pembangunan yang utama adalah berasal dari pajak tapi pajak bukan satu-satunya sumber pembiayaan pembangunan ada sumber lainnya dan ada beberapa sumber juga yang dapat dijadikan sumber alternative.
Empat sumber konvensional untuk pembiayaan pembangunan adalah sumber-sumber domestik untuk pembiayaan pembangunan yang secara garis besar dikategorikan bersumber dari pajak dan non pajak. Sumber kedua adalah investasi asing baik yang berupa penanaman modal asing langsung maupun arus masuk modal swasta lainnya. Sumber ketiga adalah perdagangan internasional yang bisa diarahkan sebagai motor dari pembangunan. Sumber keempat adalah utang dan bantuan luar negeri.
Kajian mengenai sumber-sumber domestik untuk pembiayaan pembangunan menunjukkan bahwa ketersediaan dan mobilisasi sumber-sumber dana domestik, merupakan prasyarat bagi pembentukan modal riil dan, pada gilirannya, pembangunan nasional. Pembangunan yang berkelanjutan hanya dapat dicapai jika sumber-sumber dimobilisasi dan ditransformasikan secara efisien menjadi kegiatan produktif. Penciptaan sumber-sumber domestik untuk menabung dan mananamkan modal secara produktif merupakan landasan utama pembangunan yang berkelanjutan.
Sumber kedua untuk pembiayaan pembangunan yaitu investasi asing. Pembahasan lebih fokus pada penanaman modal asing sebagai salah satu komponen aliran modal yang masuk ke suatu negara menunjukkan bahwa penanaman modal asing merupakan aliran modal yang relatif stabil dan mempunyai resiko yang kecil dibandingkan aliran modal lainnya, misalnya portofolio investasi ataupun utang luar negeri. Salah satu sebabnya adalah dikarenakan PMA tidak begitu mudah terkena gejolak fluktuasi mata uang (seperti halnya investasi portofolio) ataupun beban bunga yang berat (misalnya utang luar negeri).
Sumber ketiga dari sumber dana untuk pembiayaan pembangunan yaitu perdagangan internasional dimana perdagangan internasional sendiri diharapkan dapat menjadi mesin dari pertumbuhan ekonomi. Guna mengembangkan perdagangan internasional, setidaknya diperlukan dua hal yaitu penciptaan persaingan sehat di dalam negeri untuk meningkatkan daya saing serta peningkatan akses pasar perdagangan internasional.
Sumber keempat dari sumber dana pembiayaan pembangunan yaitu utang dan bantuan luar negeri. Berdasarkan pengalaman yang panjang, jika pinjaman tidak direncanakan secara matang dan benar-benar sesuai dengan kebutuhan, tidak dialokasikan secara tepat sasaran dan tidak dimanfaatkan secara efisien, maka utang luar negeri akan dapat menimbulkan masalah besar dan bahkan menyebabkan fiscal unsustainable. Sejalan dengan amanat GBHN 1999 bahwa Indonesia harus meningkatkan kemampuan pengelolaan dana pinjaman luar negeri dengan tujuan akhir adalah mencapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan. Oleh karena itu manajemen utang luar negeri harus diperbaiki bahkan diubah untuk meningkatkan optimalisasi pemanfaatannya dan dikontrol sampai pada level yang aman.
Selain empat sumber konvensional utama untuk pembiayaan pembangunan tersebut di atas, terdapat beberapa usulan sumber dana inovatif untuk pembiayaan pembangunan. Setidaknya terdapat lima konsep sumber dana untuk pembiayaan pembangunan yaitu: Global Public Goods, Pembangunan Berbasis Aset, Sistem Pajak Global, Arsitektur Baru Keuangan Internasional dan Bank Pembangunan Domestik. Secara umum dapat disimpulkan bahwa konsep-konsep alternatif inovasi sumber daya untuk pembiayaan pembangunan cukup mungkin diterapkan di Indonesia namun memiliki tingkat kesulitan yang berbeda karena dikelilingi beberapa faktor permasalahan domestik maupun internasional yang tak bisa dilepaskan. Begitu juga aspek-aspek non ekonomis yang melingkupinya termasuk aspek politik internasional.
Sumber :
Haryana, Toni dan Rani Dwi R.T, Dita. 2007. Ekonomi untuk SMA/MA Kelas X. CV Regina. Bogor.
Seperti yang kita ketahui bahwa fungsi uang sangat penting dalam kehidupan manusia. Mengingat pentingnya uang dalam kehidupan, semua orang mau mengorbankan tenaga dan pikiran untuk memperoleh uang tersebut. Uang bagi pemerintah diperlukan dalam rangka melaksanakan kegiatan ekonomi dan transaksi dengan negara lain.
Uang sebagai alat pembayaran, dalam hal peredarannya juga perlu dikendalikan. Mengingat peredaran uang yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya inflasi dikarenakan jumlah yang beredar terlalu banyak sehingga keadaan seperti itu membuat harga barang-barang secara umum mengalami kenaikan oleh karena itu perlu dikendalikan.
Pada kali ini saya akan membahas tentang Uang dan Pembiayaan Pembangunan.
A. Uang
1. Pengertian dan Klasifikasi Uang
Uang diciptakan sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan dalam melakukan transaksi dengan cara barter, seperti halnya kegiatan transaksi yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu.
Menurut D.H. Robertson seperti yang dikutip Winardi (2000:226) bahwa “uang adalah segala sesuatu yang umum diterima sebagai pembayaran untuk benda-benda, atau untuk melunasi kewajiban-kewajiban lain dalam dunia usaha”. Pengertian uang dari D.H. Robertson tampaknya kepada bentuk uang itu sendiri.
Dalam kamus ekonomi, uang didefinisikan sebagai alat tukar atau alat standar mengukur nilai yang sah, yang dikeluarkan pemerintah di setiap negara, berupa kertas dan logam yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu.
Dari dua pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa uang adalah segala sesuatu yang mendapatkan pengakuan secara umum dan dapat dijadikan alat pembayaran yang sah atas suatu transaksi.
Secara teoritis uang dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan utama, yaitu uang dalam arti sempit (narrow money) dan uang dalam arti luas (broad money). Uang dalam arti sempit terbagi atas uang kartal dan uang giral. Uang kartal adalah uang resmi atau alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan oleh bank sentral (Bank Indonesia) berupa uang kertas dan uang logam yang biasa digunakan masyarakat dalam kegiatan ekonomi sehari-hari. Dan uang giral (demand deposits) adalah dana simpanan dari masyarakat pada lembaga keuangan bank berupa rekening giro.
2. Fungsi Uang
Uang memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Alat tukar
Sebagai alat tukar uang dapat digunakan untuk memudahkan transaksi antara penjual dan pembeli. Dengan adanya uang, proses transaksi akan berjalan lancar. Barang apapun yang diinginkan oleh manusia bisa didapatkan dengan cara manukarnya dengan sejumlah uang.
b. Alat pengukur nilai
Kesulitan utama orang terdahulu dalam melakukan transaksi adalah menilai satu barang dengan barang lainnya. Dengan adanya uang hal tersebut tidak terjadi lagi, sebab uang berfungsi sebagai alat untuk mengukur nilai suatu barang, misalnya ketika si pembeli ingin mengetahui nilai atau harga suatu tas maka si penjual dapat menyebutkan nilai atau harga tas tersebut. Oleh karena itu, uang dalam fungsi ini telah mampu mengukur suatu barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen.
c. Alat penimbun kekayaan
Bagi golongan tertentu uang lebih popular digunakan sebagai alat untuk menimbun kekayaan, bahkan orang merasa kaya dan merasa cukup apabila memiliki sejumlah uang di salah satu bank dengan jumlah nominal yang besar.
Oleh karena uang memiliki fungsi yang penting dalam perekonomian maka uang harus memiliki syarat sebagai berikut :
a. Dapat diterima secara umum (acceptability)
Uang sebagai alat tukar harus dapat diterima dan diketahui secara umum, bukan saja dinegaranya akan tetapi di semua negara. Bila uang tidak diterima secara umum maka tidak dapat digunakan sebagai alat tukar.
b. Tahan lama atau tidak mudah rusak (durability)
Syarat ini berhubungan erat dengan bahan dasar uang, oleh karena itu uang sebagai alat tukar dalam perekonomian haruslah tahan lama dan tidak mudah sobek.
c. Ringan dan mudah dibawa (protability)
Uang harus ringan dan mudah dibawa agar lebih memudahkan orang untuk melakukan transaksi kapan dan dimana saja.
d. Nominalnya harus dapat di pecah-pecah
Uang harus dapat di pecah-pecah, artinya uang jangan hanya dibuat pecahan besar saja seperti uang Rp 100.000,- tetapi juga dibuat pecahan kecilnya. Hal ini akan mempermudah dalam melakukan transaksi kecil, misalnya membeli makanan kecil, minuman, beras, dsb.
e. Tidak mudah dipalsukan
Uang sebagai standar pembayaran suatu negara dan masyarakat di dalamnya harus terjaga dari adanya upaya pemalsuan uang, dan ini terkait dengan masalah pemilihan bahan dasar uang. Untuk mengatasi hal tersebut selain mencari bahan dasar uang yang tidak mudah dipalsukan, pemerintah telah melakukan sosialisasi cara pengenalan uang asli dan uang palsu melalui cara 3D (dilihat, diraba dan diterawang). Biasanya uang yang sering dipalsukan adalah uang kertas.
B. Pembiayaan Pembangunan
Seperti yang kita ketahui setiap negara pasti terus menerus melakukan pembangunan guna mencapai negara yang lebih sejahtera dan maju, pembangunan dilakukan juga oleh Indonesia selaku negara yang sedang berkembang. Adapun sumber pembiayaan pembangunan yang utama adalah berasal dari pajak tapi pajak bukan satu-satunya sumber pembiayaan pembangunan ada sumber lainnya dan ada beberapa sumber juga yang dapat dijadikan sumber alternative.
Empat sumber konvensional untuk pembiayaan pembangunan adalah sumber-sumber domestik untuk pembiayaan pembangunan yang secara garis besar dikategorikan bersumber dari pajak dan non pajak. Sumber kedua adalah investasi asing baik yang berupa penanaman modal asing langsung maupun arus masuk modal swasta lainnya. Sumber ketiga adalah perdagangan internasional yang bisa diarahkan sebagai motor dari pembangunan. Sumber keempat adalah utang dan bantuan luar negeri.
Kajian mengenai sumber-sumber domestik untuk pembiayaan pembangunan menunjukkan bahwa ketersediaan dan mobilisasi sumber-sumber dana domestik, merupakan prasyarat bagi pembentukan modal riil dan, pada gilirannya, pembangunan nasional. Pembangunan yang berkelanjutan hanya dapat dicapai jika sumber-sumber dimobilisasi dan ditransformasikan secara efisien menjadi kegiatan produktif. Penciptaan sumber-sumber domestik untuk menabung dan mananamkan modal secara produktif merupakan landasan utama pembangunan yang berkelanjutan.
Sumber kedua untuk pembiayaan pembangunan yaitu investasi asing. Pembahasan lebih fokus pada penanaman modal asing sebagai salah satu komponen aliran modal yang masuk ke suatu negara menunjukkan bahwa penanaman modal asing merupakan aliran modal yang relatif stabil dan mempunyai resiko yang kecil dibandingkan aliran modal lainnya, misalnya portofolio investasi ataupun utang luar negeri. Salah satu sebabnya adalah dikarenakan PMA tidak begitu mudah terkena gejolak fluktuasi mata uang (seperti halnya investasi portofolio) ataupun beban bunga yang berat (misalnya utang luar negeri).
Sumber ketiga dari sumber dana untuk pembiayaan pembangunan yaitu perdagangan internasional dimana perdagangan internasional sendiri diharapkan dapat menjadi mesin dari pertumbuhan ekonomi. Guna mengembangkan perdagangan internasional, setidaknya diperlukan dua hal yaitu penciptaan persaingan sehat di dalam negeri untuk meningkatkan daya saing serta peningkatan akses pasar perdagangan internasional.
Sumber keempat dari sumber dana pembiayaan pembangunan yaitu utang dan bantuan luar negeri. Berdasarkan pengalaman yang panjang, jika pinjaman tidak direncanakan secara matang dan benar-benar sesuai dengan kebutuhan, tidak dialokasikan secara tepat sasaran dan tidak dimanfaatkan secara efisien, maka utang luar negeri akan dapat menimbulkan masalah besar dan bahkan menyebabkan fiscal unsustainable. Sejalan dengan amanat GBHN 1999 bahwa Indonesia harus meningkatkan kemampuan pengelolaan dana pinjaman luar negeri dengan tujuan akhir adalah mencapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan. Oleh karena itu manajemen utang luar negeri harus diperbaiki bahkan diubah untuk meningkatkan optimalisasi pemanfaatannya dan dikontrol sampai pada level yang aman.
Selain empat sumber konvensional utama untuk pembiayaan pembangunan tersebut di atas, terdapat beberapa usulan sumber dana inovatif untuk pembiayaan pembangunan. Setidaknya terdapat lima konsep sumber dana untuk pembiayaan pembangunan yaitu: Global Public Goods, Pembangunan Berbasis Aset, Sistem Pajak Global, Arsitektur Baru Keuangan Internasional dan Bank Pembangunan Domestik. Secara umum dapat disimpulkan bahwa konsep-konsep alternatif inovasi sumber daya untuk pembiayaan pembangunan cukup mungkin diterapkan di Indonesia namun memiliki tingkat kesulitan yang berbeda karena dikelilingi beberapa faktor permasalahan domestik maupun internasional yang tak bisa dilepaskan. Begitu juga aspek-aspek non ekonomis yang melingkupinya termasuk aspek politik internasional.
Sumber :
Haryana, Toni dan Rani Dwi R.T, Dita. 2007. Ekonomi untuk SMA/MA Kelas X. CV Regina. Bogor.
Inflasi
Definisi Inflasi
Inflasi adalah merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga atas barang barang secara umum dari waktu ke waktu secara kontinu(terus-menerus).
Tingkat kenaikan harga, baru dapat di katakan sebagai Inflasi bila kenaikan itu meluas dan mempengaruhi kenaikan harga untuk barang yang lain. Sehingga kenaikan harga untuk satu atau dua barang saja belum dapat dikatakan sebagai inflasi, kecuali bila telah mempengaruhi harga barang lainnya.
Jenis Jenis Inflasi
Jenis jenis Inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa penggolongan berdasarkan berbagai faktor yang membedakannya.
Berdasarkan Asalnya
Berdasarkan asalnya inflasi dapat dibedakan menjadi
Inflasi Dalam Negeri (Domestic Inflation)
Adalah merupakan Inflasi yang terjadi di dalam negeri. Umumnya disebabkan karena defisit anggaran belanja yang dibiayai oleh pencetakan uang baru, kenaikan upah, gagal panen dan lain lain
Inflasi Luar Negeri (Imported Inflation)
Adalah inflasi yang disebabkan karena naiknya harga barang barang impor, yang terjadi karena adanya kenaikan tarif impor barang atau karena tingginya biaya produksi di luar negeri.
Berdasarkan Tingkat Tingginya Inflasi
Inflasi ringan (dibawah 10% per tahun)
Inflasi Sedang (10% sampai 30% per tahun)
Inflasi Berat (antara 30% sampai 100% per tahun)
Hiper inflasi (diatas 100% per tahun)Cara Menghitung Tingkat Inflasi.
Untuk dapat menghitung tingkat Inflasi terlebih dahulu harus diketahui indeks harga konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI).
IHK adalah ukuran Perubahan Harga dari kelompok barang dan jasa yang paling banyak dikonsumsi oleh rumahtangga dalam jangka waktu tertentu untuk menghitung IHK digunakan rumus :
IHK = Harga sekarang / harga pada tahun dasar × 100%
Selanjutnya rumus untuk menghitung laju Inflasi adalah :
Laju Inflasi = IHK periode n – IHK tahun sebelumnya.
Kerugian dan Keuntungan Inflasi
Terjadinya Inflasi seringkali menyebabkan berbagai dampak buruh bagi masyarakat. Namun ternyata, pada kasus tertentu Inflasi dapat menguntungkan bagi beberapa pihak. Berikut merupakan kerugian dan keuntungan dari terjadinya Inflasi bagi oknum oknum tertentu.
Kerugian Inflasi.
Inflasi memperbanyak jumlah masyarakat produktif yang menganggur karena banyaknya PHK yang dilakukan perusahaan perusahaan.
Harga dalam berbagai barang konsumsi masyarakat menjadi mahal. Sehingga untuk menutupinya seringkali masyarakat harus memperkecil pengeluaran akan kebutuhannya.
Para pemborong atau kontraktor, harus mengeluarkan tambahan biaya agar dapat menutup pengeluaran karena terjadinya inflasi. Sehingga keuntungannya menjadi berkurang.
Bagi para kreditor atau pemberi pinjaman karena nilai riil dari pinjaman yang diberikan dapat menjadi lebih kecil. Misalnya pada saat sebelum inflasi pinjaman sebesar Rp.500.000,00 setara dengan 25 gram emas. Namun setelah inflasi dapat menjurun menjadi 20 gram emas.
Bagi para penabung terjadinya inflasi dapat memperbesar tingkat bunga dan menurunkan nilai uang yang ditabung dibandingkan ketika sebelum terjadinya inflasi.
Keuntungan Inflasi
Keuntungan inflasi dapat juga di rasakan bagi suatu perusahaan yang memiliki stok persediaan barang dari sebelum terjadinya inflasi.
Bagi para pedagang, inflasi dijadikan sebagai kesempatan untuk mempermainkan harga dengan cara menaikkan harga untuk memperoleh keuntungan yang besar.
Bagi para orang orang atau perusahaan yang mengadakan spekulasi, mereka akan menimbun barang sebanyak banyaknya sebelum terjadinya inflasi untuk menjualnya saat terjadinya inflasi. Kenaikan harga akan menguntungkan mereka.
Bagi para peminjam, terjadinya inflasi tidak mempengaruhi jumlah pinjamannya jika peminjaman terjadi sebelum terjadinya inflasi. Meskipun saat inflasi terjadi kenaikan harga. Contohnya para pengambil KPR BTN inflasi akan mengakibatkan harga bahan bangunan menjadi naik. Namun jumlah kewajiban yg harus dibayar kpada BTN tidak ikut dinaikkan.
Faktor Penentu Terjadinya Inflasi
Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Disebabkan karena permintaan masyarakat akan barang terlalu kuat yang dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga permintaan menjadi tinggi. Permintaan yang tinggi terhadap faktor faktor produksi tersebut mengakibatkan harga faktor produksi mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena jumlah uang yang beredar bertambah.
Desakan Biaya (Cost Push Inflation)
Terjadi akibat adanya kelangkaan distribusi. Walaupun tidak ada permintaan yang meningkat secara signifikan. Yang memicu terjadinya kenaikan harga ialah karena ketidaklancaran arus distribusi atau berkurangnya barang yang di produksi yang tersedia pada rata rata permintaan normal. Hal ini juga adapat terjadi karena naiknya biaya produksi.
Inflasi Campuran
Adalah gabungan dari keduakombinasi antara tarikan permintaan dan dorongan biaya. Namun jenis ini jarang dijumpai pada kehidupan nyata.
Inflasi adalah merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga atas barang barang secara umum dari waktu ke waktu secara kontinu(terus-menerus).
Tingkat kenaikan harga, baru dapat di katakan sebagai Inflasi bila kenaikan itu meluas dan mempengaruhi kenaikan harga untuk barang yang lain. Sehingga kenaikan harga untuk satu atau dua barang saja belum dapat dikatakan sebagai inflasi, kecuali bila telah mempengaruhi harga barang lainnya.
Jenis Jenis Inflasi
Jenis jenis Inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa penggolongan berdasarkan berbagai faktor yang membedakannya.
Berdasarkan Asalnya
Berdasarkan asalnya inflasi dapat dibedakan menjadi
Inflasi Dalam Negeri (Domestic Inflation)
Adalah merupakan Inflasi yang terjadi di dalam negeri. Umumnya disebabkan karena defisit anggaran belanja yang dibiayai oleh pencetakan uang baru, kenaikan upah, gagal panen dan lain lain
Inflasi Luar Negeri (Imported Inflation)
Adalah inflasi yang disebabkan karena naiknya harga barang barang impor, yang terjadi karena adanya kenaikan tarif impor barang atau karena tingginya biaya produksi di luar negeri.
Berdasarkan Tingkat Tingginya Inflasi
Inflasi ringan (dibawah 10% per tahun)
Inflasi Sedang (10% sampai 30% per tahun)
Inflasi Berat (antara 30% sampai 100% per tahun)
Hiper inflasi (diatas 100% per tahun)Cara Menghitung Tingkat Inflasi.
Untuk dapat menghitung tingkat Inflasi terlebih dahulu harus diketahui indeks harga konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI).
IHK adalah ukuran Perubahan Harga dari kelompok barang dan jasa yang paling banyak dikonsumsi oleh rumahtangga dalam jangka waktu tertentu untuk menghitung IHK digunakan rumus :
IHK = Harga sekarang / harga pada tahun dasar × 100%
Selanjutnya rumus untuk menghitung laju Inflasi adalah :
Laju Inflasi = IHK periode n – IHK tahun sebelumnya.
Kerugian dan Keuntungan Inflasi
Terjadinya Inflasi seringkali menyebabkan berbagai dampak buruh bagi masyarakat. Namun ternyata, pada kasus tertentu Inflasi dapat menguntungkan bagi beberapa pihak. Berikut merupakan kerugian dan keuntungan dari terjadinya Inflasi bagi oknum oknum tertentu.
Kerugian Inflasi.
Inflasi memperbanyak jumlah masyarakat produktif yang menganggur karena banyaknya PHK yang dilakukan perusahaan perusahaan.
Harga dalam berbagai barang konsumsi masyarakat menjadi mahal. Sehingga untuk menutupinya seringkali masyarakat harus memperkecil pengeluaran akan kebutuhannya.
Para pemborong atau kontraktor, harus mengeluarkan tambahan biaya agar dapat menutup pengeluaran karena terjadinya inflasi. Sehingga keuntungannya menjadi berkurang.
Bagi para kreditor atau pemberi pinjaman karena nilai riil dari pinjaman yang diberikan dapat menjadi lebih kecil. Misalnya pada saat sebelum inflasi pinjaman sebesar Rp.500.000,00 setara dengan 25 gram emas. Namun setelah inflasi dapat menjurun menjadi 20 gram emas.
Bagi para penabung terjadinya inflasi dapat memperbesar tingkat bunga dan menurunkan nilai uang yang ditabung dibandingkan ketika sebelum terjadinya inflasi.
Keuntungan Inflasi
Keuntungan inflasi dapat juga di rasakan bagi suatu perusahaan yang memiliki stok persediaan barang dari sebelum terjadinya inflasi.
Bagi para pedagang, inflasi dijadikan sebagai kesempatan untuk mempermainkan harga dengan cara menaikkan harga untuk memperoleh keuntungan yang besar.
Bagi para orang orang atau perusahaan yang mengadakan spekulasi, mereka akan menimbun barang sebanyak banyaknya sebelum terjadinya inflasi untuk menjualnya saat terjadinya inflasi. Kenaikan harga akan menguntungkan mereka.
Bagi para peminjam, terjadinya inflasi tidak mempengaruhi jumlah pinjamannya jika peminjaman terjadi sebelum terjadinya inflasi. Meskipun saat inflasi terjadi kenaikan harga. Contohnya para pengambil KPR BTN inflasi akan mengakibatkan harga bahan bangunan menjadi naik. Namun jumlah kewajiban yg harus dibayar kpada BTN tidak ikut dinaikkan.
Faktor Penentu Terjadinya Inflasi
Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Disebabkan karena permintaan masyarakat akan barang terlalu kuat yang dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga permintaan menjadi tinggi. Permintaan yang tinggi terhadap faktor faktor produksi tersebut mengakibatkan harga faktor produksi mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena jumlah uang yang beredar bertambah.
Desakan Biaya (Cost Push Inflation)
Terjadi akibat adanya kelangkaan distribusi. Walaupun tidak ada permintaan yang meningkat secara signifikan. Yang memicu terjadinya kenaikan harga ialah karena ketidaklancaran arus distribusi atau berkurangnya barang yang di produksi yang tersedia pada rata rata permintaan normal. Hal ini juga adapat terjadi karena naiknya biaya produksi.
Inflasi Campuran
Adalah gabungan dari keduakombinasi antara tarikan permintaan dan dorongan biaya. Namun jenis ini jarang dijumpai pada kehidupan nyata.
Pengangguran
Definisi
Definisi Pengangguran
Dalam standard internasional, pengertian dari pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya.
Golongan penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang berumur di antara 15 hingga 65 tahun, kecuali (i) ibu rumah tangga yang lebih suka menjaga keluarganya daripada bekerja, (ii) penduduk muda dalam lingkungan umur tersebut yang masih meneruskan pelajarannya di sekolah atau universitas, (iii) orang yang belum mencapai umur 65 tetapi sudah pensiun dan tidak mau bekerja lagi, dan (iv) pengangguran sukarela- yaitu golongan penduduk dalam lingkungan umur tersebut yang tidak secara aktif mencari pekerjaan.
Pengangguran menyebabkan produktivitas masyarakat berkurang sehingga dapat menyebabkan banyak timbulnya kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Yang dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kekacauan politik dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sehingga mengakibatkan menurunnya GNP dan pendapatan perkapita suatu negara.
Jenis Jenis Pengangguran.
Pengangguran dapat digolongkan menjadi beberapa jenis diantaranya ialah :
Pengangguran friksional (Frictional Unemployment)
Adalah suatu jenis pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih baik atau lebih sesuai dengan keinginannya.
Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment)
Adalah suatu keadaan dimana seseorang harus sementara menganggur, karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek.
Pengangguran Siklikal
Adalah merupakan jenis pengangguran yang disebabkan karena adanya imbas dari naik turunnya siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
Pengangguran Struktural
Adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan ekonomi(berkembang atau mengalami kemunduran). Yang disebabkan karena perkembangan teknologi, persaingan dari luar negeri atau luar daerah, dan pertumbuhan yang pesat dari kawasan lain.
Pengangguran Sukarela
Adalah pengangguran yang diakibatkan apabila ada kesempatan kerja tetapi orang yang menganggur itu tidak bersedia menerimanya pada tingkat gaji yang berlaku.
Pengangguran Terpaksa
Adalah pengangguran yang diakibatkan apabila seseorang bersedia menerima pekerjaan pada tingkat gaji yang berlaku, tetapi pekerjaan itu tidak bersedia.
Pengangguran Tersembunyi
Keadaan dimana suatu jenis kegiatan ekonomi dijalankan oleh tenaga kerja yang jumlahnya melebihi dari yang diperlukan.
Penganguran Setengah Menganggur
Keadaan pengangguran dimana seseorang pekerja itu melakukan kerja jauh lebih rendah dari jam kerja yang normal.
Cara Menghitung Tingkat Pengangguran
Untuk mengukur tingkat pengangguran yang terjadi pada suatu daerah dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Jumlah penganggur / jumlah angkatan kerja dalam suatu daerah × 100%
Definisi Pengangguran
Dalam standard internasional, pengertian dari pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya.
Golongan penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang berumur di antara 15 hingga 65 tahun, kecuali (i) ibu rumah tangga yang lebih suka menjaga keluarganya daripada bekerja, (ii) penduduk muda dalam lingkungan umur tersebut yang masih meneruskan pelajarannya di sekolah atau universitas, (iii) orang yang belum mencapai umur 65 tetapi sudah pensiun dan tidak mau bekerja lagi, dan (iv) pengangguran sukarela- yaitu golongan penduduk dalam lingkungan umur tersebut yang tidak secara aktif mencari pekerjaan.
Pengangguran menyebabkan produktivitas masyarakat berkurang sehingga dapat menyebabkan banyak timbulnya kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Yang dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kekacauan politik dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sehingga mengakibatkan menurunnya GNP dan pendapatan perkapita suatu negara.
Jenis Jenis Pengangguran.
Pengangguran dapat digolongkan menjadi beberapa jenis diantaranya ialah :
Pengangguran friksional (Frictional Unemployment)
Adalah suatu jenis pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih baik atau lebih sesuai dengan keinginannya.
Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment)
Adalah suatu keadaan dimana seseorang harus sementara menganggur, karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek.
Pengangguran Siklikal
Adalah merupakan jenis pengangguran yang disebabkan karena adanya imbas dari naik turunnya siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
Pengangguran Struktural
Adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan ekonomi(berkembang atau mengalami kemunduran). Yang disebabkan karena perkembangan teknologi, persaingan dari luar negeri atau luar daerah, dan pertumbuhan yang pesat dari kawasan lain.
Pengangguran Sukarela
Adalah pengangguran yang diakibatkan apabila ada kesempatan kerja tetapi orang yang menganggur itu tidak bersedia menerimanya pada tingkat gaji yang berlaku.
Pengangguran Terpaksa
Adalah pengangguran yang diakibatkan apabila seseorang bersedia menerima pekerjaan pada tingkat gaji yang berlaku, tetapi pekerjaan itu tidak bersedia.
Pengangguran Tersembunyi
Keadaan dimana suatu jenis kegiatan ekonomi dijalankan oleh tenaga kerja yang jumlahnya melebihi dari yang diperlukan.
Penganguran Setengah Menganggur
Keadaan pengangguran dimana seseorang pekerja itu melakukan kerja jauh lebih rendah dari jam kerja yang normal.
Cara Menghitung Tingkat Pengangguran
Untuk mengukur tingkat pengangguran yang terjadi pada suatu daerah dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Jumlah penganggur / jumlah angkatan kerja dalam suatu daerah × 100%
Kebijakan perdagangan Internasional
Setiap negara mempunyai kebijakan-kebijakan tersendiri untuk melindungi perekonomian dalam negeri mereka dari dampak negatif persaingan yang ditimbulkan dalam perdagangan internasional. Perdagangan internasional memungkinkan masuknya barang-barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri.
Jika barang dan jasa dari luar negeri lebih banyak dan lebih diminati oleh masyarakat dibandingkan produk dalam negeri, maka hal itu akan berdampak buruk bagi perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat suatu kebijakan perdagangan internasional.
Macam-macam kebijakan perdagangan internasional yang biasa dilakukan pemerintah :
1. tarif atau bea masuk.
Pemerintah menetapkan kebijakan bahwa setiap barang yang diimpor harus membayar pajak, yang dikenal sebagai tarif atau bea masuk.
Tujuan penetapan tarif atau bea masuk ini adalah sebagai berikut :
a. menghambat impor barang-barang/ jasa luar negeri.
b. melindungi barang/ jasa produksi dalam negeri.
Pajak atau bea masuk akan menambah harga jual suatu barang/ jasa impor, sehingga diharapkan harga barang produksi dalam negeri akan lebih murah dari harga barang produksi luar negeri yang diimpor tersebut. Hal ini dapat melindungi barang/ jasa produksi dalam negeri karena lebih murah dan lebih bisa bersaing untuk memperebutkan pelanggan.
c. menambah pendapatan pemerintah dari pajak.
2. kuota.
Pengertian kuota adalah suatu kebijaksanaan untuk membatasi jumlah maksimum yang dapat diimpor.
3. larangan ekspor.
4. larangan impor
5. subsidi.
Agar produksi di dalam negeri dapat ditingkatkan maka pemerintah memberikan subsidi kepada produsen dalam negeri. Subsidi yang diberikan dapat berupa mesin-mesin, peralatan, tenaga ahli, keringanan pajak, fasilitas kredit, dll.
6. politik dumping.
Dumping adalah salah satu kebijakan perdagangan internasional dengan cara menjual suatu komoditi di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga yang dijual di dalam negeri. Namun, pelaksanaan politik dumping dalam praktik perdagangan internasional dianggap sebagai tindakan yang tidak terpuji (unfair trade) karena dapat
merugikan negara lain.
7. diskriminasi harga.
8. Premi.
Pengertian premi adalah “bonus” yang berbentuk sejumlah uang yang disediakan pemerintah untuk para produsen yang berprestasi atau mencapai target produksi yang ditetapkan oleh pemerintah.
http://ardiyansarutobi.blogspot.com/2010/11/kebijakan-perdagangan-internasional.html
Jika barang dan jasa dari luar negeri lebih banyak dan lebih diminati oleh masyarakat dibandingkan produk dalam negeri, maka hal itu akan berdampak buruk bagi perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat suatu kebijakan perdagangan internasional.
Macam-macam kebijakan perdagangan internasional yang biasa dilakukan pemerintah :
1. tarif atau bea masuk.
Pemerintah menetapkan kebijakan bahwa setiap barang yang diimpor harus membayar pajak, yang dikenal sebagai tarif atau bea masuk.
Tujuan penetapan tarif atau bea masuk ini adalah sebagai berikut :
a. menghambat impor barang-barang/ jasa luar negeri.
b. melindungi barang/ jasa produksi dalam negeri.
Pajak atau bea masuk akan menambah harga jual suatu barang/ jasa impor, sehingga diharapkan harga barang produksi dalam negeri akan lebih murah dari harga barang produksi luar negeri yang diimpor tersebut. Hal ini dapat melindungi barang/ jasa produksi dalam negeri karena lebih murah dan lebih bisa bersaing untuk memperebutkan pelanggan.
c. menambah pendapatan pemerintah dari pajak.
2. kuota.
Pengertian kuota adalah suatu kebijaksanaan untuk membatasi jumlah maksimum yang dapat diimpor.
3. larangan ekspor.
4. larangan impor
5. subsidi.
Agar produksi di dalam negeri dapat ditingkatkan maka pemerintah memberikan subsidi kepada produsen dalam negeri. Subsidi yang diberikan dapat berupa mesin-mesin, peralatan, tenaga ahli, keringanan pajak, fasilitas kredit, dll.
6. politik dumping.
Dumping adalah salah satu kebijakan perdagangan internasional dengan cara menjual suatu komoditi di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga yang dijual di dalam negeri. Namun, pelaksanaan politik dumping dalam praktik perdagangan internasional dianggap sebagai tindakan yang tidak terpuji (unfair trade) karena dapat
merugikan negara lain.
7. diskriminasi harga.
8. Premi.
Pengertian premi adalah “bonus” yang berbentuk sejumlah uang yang disediakan pemerintah untuk para produsen yang berprestasi atau mencapai target produksi yang ditetapkan oleh pemerintah.
http://ardiyansarutobi.blogspot.com/2010/11/kebijakan-perdagangan-internasional.html
Kebijakan Fiskal
A. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
B. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
http://organisasi.org/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
B. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
http://organisasi.org/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persedian uang sebuah negara untuk menapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakian moneanter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin reqruitement”, kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : [2]
- Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
- Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain
- Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
- Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
- Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
- Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. [4]
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Langganan:
Postingan (Atom)